Prospek emiten ritel seiring pemberlakuan kembali PSBB total



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. DKI Jakarta akhirnya menarik “rem darurat”. Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) total kembali diberlakukan, setelah tingkat pertumbuhan kasus positif Covid-19 makin masif di beberapa hari terakhir. 

Keputusan ini juga diambil melihat kapasitas fasilitas kesehatan yang sudah mulai penuh. Dalam keterangannya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, ada potensi RS tidak bisa lagi menampung pasien per 17 September 2020.

Penerapan kembali PSBB total bisa menjadi alarm terhadap ekonomi Indonesia. Seperti diketahui, PSBB total jilid satu membuat ekonomi Indonesia masuk ke zona negatif, ekonomi merosot 5,32% pada paruh pertama 2020. 


Hampir semua sektor terdampak PSBB, termasuk sektor ritel. Penutupan gerai maupun mal, yang menjadi salah satu potensi keramaian dan tempat berkumpul, memberi dampak terhadap operasional perusahaan ritel. 

Mengutip keterangan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, sejak awal pandemi sampai saat ini sudah ada sekitar 10.000 karyawan perusahaan ritel mengalami PHK. Ada potensi jumlahnya bertambah. 

PSBB total di Jakarta akan kembali diberlakukan pada 14 September 2020, setelah tiga bulan terjadi pelonggaran. PSBB total berpotensi memberi dampak negatif pada saham-saham ritel. 

Mengacu pada data historis saham-saham ritel, penurunan penjualan pada semester I tidak terelakkan. Saham-saham yang memiliki pangsa pasar menengah ke bawah mengalami dampak yang besar, seperti RALS dan LPPF. 

Penjualan semester I RALS dan LPPF masing masing turun 57,76% dan 62,13%. Laba semester I RALS dan LPPF pun terdepresiasi 99,09% dan 130,80%. MAPI juga mengalami penurunan pendapatan dan laba sebesar 32,19% dan 175,87%.

Penurunan penjualan dan laba RALS, LPPF dan MAPI terjadi karena mayoritas gerai berada di dalam mal. Penutupan mal otomatis memaksa gerai mereka juga ikut tutup. 

Berbeda dengan ketiga saham tersebut, ACES lebih “beruntung” karena saat ini emiten ini membangun gerai-gerai di luar mal. Dampak yang dirasakan tidak separah RALS, LPPF dan MAPI. 

ACES pada semester I lalu mencatatkan penurunan pendapatan dan laba masing-masing 7,83% dan 26,21%. Selain itu diversifikasi produk ACES yang juga menjual APD, disinfektan, serta hand sanitizer, plus strategi penjualan yang mulai tidak tergantung fisik selama pandemi, membuat ACES menjadi lebih bisa bertahan. 

Dibandingkan keempat emiten di atas, ERAA menjadi saham yang mengalami penurunan penjualan dan laba lebih sedikit. Pada semester I 2020, ERAA mengalami penurunan pendapatan dan laba masing-masing 6,26% dan 0,14%

Keijakan PSBB total berpotensi membuat kinerja keuangan saham-saham ritel tersebut menjadi tertekan, terutama pada tahun ini. Saham RALS dan LPPF kami pandang akan merasakan dampak terbesar. 

Hal ini dikarenakan RALS dan LPPF terancam menutup gerai dan juga kembali kehilangan momentum belanja pada akhir tahun nanti. Sejak 2016, momentum lebaran menjadi pendongkrak penjualan RALS dan LPPF. Mengingat lebaran tahun ini berlangsung di masa PSBB, momentum akhir tahun menjadi harapan untuk mendongkrak penjualan kedua saham tersebut. 

MAPI juga berpotensi menambah rugi di akhir tahun jika pada PSBB total kali ini mal harus ditutup. Di sisi lain, ACES yang saat ini akan terbantu dengan gerai di luar mal dan juga penjualan alat kesehatan yang dibutuhkan saat pandemi, serta switching penjualan dari offline menjadi online

ERAA kami lihat juga akan mengalami dampak yang cukup besar jika melihat daya beli masyarakat yang masih rendah saat ini.

Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi Kamis (10/9) membuat harga saham-saham ritel turun dalam, hingga mengalami auto reject bawah (ARB). 

Jika dilihat pergerakan harga, saham RALS, LPPF dan MAPI masih berada pada masa sideways yang panjang. Sementara saham ACES dan ERAA keluar dari masa uptrend

Melihat faktor-faktor tersebut, tahun ini saham ritel masih kurang menarik untuk investasi. Pandemi membuat kinerja akan memburuk. 

Selain itu yang perlu diperhatikan adalah daya beli masyarakat Indonesia saat pandemi. Pada Juli lalu, saat PSBB sudah dilonggarkan, penjualan ritel masih terkontraksi 12,3%. 

Di sisi lain, secara teknikal, saham ritel pun masih belum menarik karena masih berada di masa sideways dan juga patah trend. Untuk saat ini lebih baik menahan untuk trading sampai IHSG sudah lebih kondusif dan momentum beli sudah ada lagi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata