JAKARTA. Kinerja dua raksasa di industri rokok nasional, HM Sampoerna (HMSP) dan Gudang Garam (GGRM), masih mengepul. Keduanya mencatatkan pertumbuhan kinerja positif tahun lalu.Dari sisi pertumbuhan pendapatan, GGRM dan HMSP tak terpaut jauh. Pada 2016, pendapatan GGRM naik 8% year-on-year (yoy) menjadi Rp 76,72 triliun. Adapun pendapatan HMSP tumbuh 7% (yoy) ke Rp 95,47 triliun.Tapi dari sisi laba, HMSP unggul. Anak usaha Philip Morris ini meraup laba bersih Rp 12,76 triliun, naik 23%. Adapun laba GGRM hanya naik 4% jadi Rp 6,68 triliun. HMSP meraih pertumbuhan laba lebih tinggi karena ada penurunan biaya keuangan 84% menjadi Rp 22,32 miliar.
GGRM memang membukukan penurunan beban lain-lain yakni 65% (yoy) menjadi Rp 13,51 miliar. Tapi di saat yang sama, GGRM hanya meraih laba selisih kurs Rp 1,95 miliar. Padahal tahun sebelumnya masih meraup laba kurs senilai Rp 72,06 miliar. Setidaknya GGRM masih mampu menjaga bottom line. Berbeda dengan Wismilak Inti Makmur (WIIM) yang mencatat penurunan laba 19% menjadi Rp 106,16 miliar, seiring penurunan pendapatan 9% menjadi Rp 1,68 triliun. Nasib Bentoel Internasional Investama (RMBA) lebih mengenaskan lagi. Nilai kerugian emiten ini menanjak 27% menjadi Rp 2,08 triliun. Padahal pendapatannya naik 14% menjadi Rp 19,23 triliun. Analis NH Korindo Securities Indonesia Joni Wintarja memperkirakan, tantangan industri rokok tahun ini cukup berat. "Industri rokok nasional sudah mature, sulit berkembang," kata dia, kemarin. Jumlah pengisap rokok tak bertambah banyak. Ini terlihat dari penjualan rokok nasional yang mencatatkan penurunan 1,4% menjadi 315,6 miliar batang pada 2016. Volume produksi HMSP juga turun 3,9% menjadi 105,5 miliar batang. Hal ini menyebabkan market share HMSP turun menjadi 33,4% dari 34,3%.