KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek harga
crude palm oil (CPO) diprediksi akan tetap positif di sisa tahun 2022.
Head of Research Henan Putihrai Sekuritas Robertus Yanuar Hardy memperkirakan, harga CPO akan naik di sisa tahun 2022 dari harga terendahnya di US$ 698 per ton pada pengujung September 2022. Menurutnya, peluang kenaikan harga CPO didorong oleh sentimen naiknya harga minyak dunia setelah negara-negara OPEC+ memangkas produksi minyak mentah hingga 2 juta barel per hari. Sebagai produk substitusi, permintaan CPO diperkirakan akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan minyak mentah. "Terlebih lagi, mayoritas CPO yang diimpor oleh Eropa digunakan untuk kebutuhan
biodiesel," kata Robertus saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (9/10).
Sejalan dengan potensi kenaikan harga CPO, Robertus melihat, harga jual rata-rata alias
average selling price (ASP) para emiten perkebunan pada kuartal IV-2022 akan sedikit lebih tinggi. Robertus memperkirakan, ASP emiten berada di kisaran US$ 900 per ton, dari perkiraan ASP emiten pada kuartal III-2022 yang sebesar US$ 800-US$ 850 per ton.
Baca Juga: Dibayangi Sentimen Negatif, Begini Prospek Kinerja Emiten Ritel Namun, ASP CPO emiten yang sebenarnya dapat lebih rendah lagi. Pasalnya, kebijakan harga yang ditetapkan masing-masing emiten berbeda-beda, seperti adanya diskon dari harga acuan. Dalam riset tanggal 6 Oktober 2022, Analis Samuel Sekuritas Yosua Zisokhi juga meyakini harga CPO akan tetap relatif tinggi meski harga CPO global telah turun sekitar 50% dari titik puncaknya pada Maret 2022 yang sebesar US$ 1.820 per ton. Salah satu penopangnya adalah permintaan dari program
biodiesel Indonesia menyusul keberhasilan BPDPKS. Bahkan, dengan harga saat ini, CPO masih merupakan minyak nabati yang paling terjangkau. Selisih harga
soybean oil (SBO)-CPO tercatat sebesar US$ 562/ton (Agustus 2022), sedangkan selisih dengan RSO tercatat sebesar US$ 983/ton. "Kesenjangan harga yang begitu besar membuat kami percaya bahwa CPO sangat mungkin menjadi minyak nabati utama," ucap Yosua. Sementara itu, perbedaan harga antara CPO dan minyak mentah Brent telah turun cukup jauh. Hal ini mendongkrak permintaan CPO untuk campuran bahan bakar alternatif, seperti
biofuel dan B30. Di Malaysia, program B20 yang akan dimulai pada akhir tahun ini, diharapkan dapat meningkatkan permintaan
biodiesel Malaysia menjadi 3 juta ton dalam dua tahun. Permintaan CPO juga naik seiring dengan pulihnya ekonomi global. Perekonomian China mulai pulih dari dampak pandemi dan diproyeksikan tumbuh 5,3% pada 2023. Hal ini mendorong Samuel Sekuritas memproyeksikan permintaan minyak sawit China akan meningkat peningkatan 4,3% secara tahunan alias
year on year (YoY) pada 2023. Sementara itu, India diproyeksikan meningkatkan impor produk minyak sawitnya menjadi 9 juta ton (5,9% YoY) karena produksi SBO domestik yang rendah dan fakta bahwa CPO adalah minyak nabati termurah yang tersedia saat ini. Selain itu, pemerintah India telah memutuskan untuk memotong bea masuk CPO dari 7,5% menjadi 5%. Di sisi lain, Indonesia mencatatkan keterbatasan suplai CPO dengan penurunan produksi 0,6% yoy menjadi 51,3 juta ton karena anomali cuaca pada 2021. Padahal, Indonesia menyumbang 57% dari produksi CPO dunia tahun lalu.
Baca Juga: Samuel Sekuritas Pertahankan Rating Overweight Sektor Perbankan Pada tahun 2022, produksi minyak sawit Indonesia diproyeksikan mencapai 53,8 juta ton (naik 4,9% YoY ) seiring dengan membaiknya cuaca dan peningkatan lahan produktif sebesar 285 ribu Ha). "Namun, terutama karena moratorium izin pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang dikeluarkan pada tahun 2018, kami memperkirakan akan ada stagnasi jangka panjang dalam produksi CPO Indonesia," tutur Yosua. Naiknya permintaan minyak nabati dan terbatasnya pasokan menyebabkan proyeksi rasio penggunaan stok turun dari 9,3% menjadi 8,5%-9,1% pada 2022-2023. Harga CPO rata-rata diproyeksi akan mencapai US$ 910-US$ 1.130 per ton (MYR 4.000-MYR 5.000 per ton) di 2022-2023. Oleh karena itu, Samuel Sekuritas memutuskan untuk memberikan
rating overweight untuk sektor perkebunan. Rekomendasi buy disematkan untuk PT Triputra Agro Persada Tbk (
TAPG), PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (
SSMS), PT Sumber Tani Agung Resources (
STAA), dan PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI). Target harga TAPG sebesar Rp 910, SSMS Rp 1.555, STAA Rp 1.400, dan AALI Rp 11.440. Samuel Sekuritas juga merekomendasikan
hold PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP) dengan target harga Rp 1.230 per saham. Samuel Sekuritas memilih TAPG sebagai
top picks karena usia tanamannya yang muda dan hasil produksi yang lebih baik daripada pesaing-pesaingnya. Risiko utama investasinya berasal dari fluktuasi harga dan perubahan kebijakan pemerintah. Robertus juga menilai, emiten CPO yang menarik untuk diperhatikan saat ini adalah STAA dan TAPG. Kedua emiten memiliki rata-rata usia pohon yang masih prima sehingga produksi tandan buah segar (TBS) dapat terus tumbuh.
Kedua perusahaan juga memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. STAA memiliki laba bersih/total lahan tertanam sebesar Rp 15,1 juta/Ha sementara TAPG Rp 11,1 juta/Ha. Robertus merekomendasikan
buy STAA dengan target harga Rp 1.700 dan TAPG Rp 950 per saham.