KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi yang mengedepankan aspek-aspek
environment, social, and governance (ESG) kini menjadi tren baru. Ini tercermin dari besarnya animo investor lokal maupun internasional akan produk-produk investasi berbasis ESG. Mengutip paparan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi sebelumnya, total dana kelolaan reksadana yang mengacu kepada indeks saham bertema ESG sebesar Rp 3,4 triliun pada Oktober 2021 atau naik 80 kali lipat dari total dana kelolaan di tahun 2016 sebesar Rp 42,2 miliar. Sementara di tingkat global, animo tersebut terlihat dari dana kelolaan investasi dari 3.826 investor institusi global tergabung dalam United Nations of Principle of Responsible Investment (UNPRI) pada tahun 2021 yang sebesar US$ 121,3 triliun atau mengalami kenaikan 96% dari nilai dana kelolaan di tahun 2016 yang sebesar US$ 62 triliun.
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI Riki Frindos juga menjelaskan, tren investor maupun manajer investasi mempertimbangkan aspek ESG dalam mengambil keputusan investasi terdorong kesadaran bahwa, aspek tersebut mempengaruhi performa investasi mereka.
Baca Juga: Perbankan Siap Dorong Pembiayaan Sektor Hijau Tahun Depan Riki mengutip riset dari New York University pada tahun 2021 mengenai bagaimana investor memberikan nilai terhadap perusahaan-perusahaan besar, disebutkan 10% penilaian investor direpresentasikan dari
tangible assets seperti
financial capital, manufactured capital. Sisanya atau 90% lain diwakili oleh
intangible assets seperti
intellectual capital, human capital, serta
social, cultural relationship capital. Riset itu menunjukkan hasil bahwa, kinerja ESG berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, sehingga akhirnya berdampak terhadap kinerja saham. "Ini membawa
value kepada perusahaan, sehingga harus dikelola dengan baik," kata Riki dalam paparan beberapa waktu lalu. Senada, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menanggapi, emiten yang menerapkan ESG memang berpeluang mencetak kinerja fundamental yang lebih baik dibanding emiten yang lain. Penerapan ESG yang salah satunya meliputi transparansi dan integritas dalam pengelolaan akan menjamin strategi bisnis diterapkan secara efektif dan efisien. Sehingga menurutnya, tidak mengherankan apabila investor kemudian mulai mempertimbangkan aspek ESG ini dalam mengambil keputusan investasinya. Apalagi di tingkat global, negara-negara juga berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih hijau, salah satunya dengan komitmen dalam pengurangan emisi karbon.
Baca Juga: Otoritas Pasar Modal Meluncurkan Platform Microsite ESG, Ini Manfaatnya Indeks bertema ESG bisa menjadi acuan
Mengingat minat yang besar pada saham-saham hijau, Nafan mengungkapkan indeks-indeks bertema ESG yang ada di bursa bisa menjadi acuan investor. Asal tahu saja, di bursa terdapat indeks-indeks hijau yakni IDX ESG Leaders dan SRI-KEHATI. Bahkan baru-baru ini diluncurkan, ESG Quality 45 IDX KEHATI dan ESG Sector Leaders IDX KEHATI. Nafan menyarankan, selain mempertimbangkan aspek ESG, investor juga perlu melihat prospek dari setiap sahamnya. Adapun Mirae Asset Sekuritas sempat mengungkapkan, saham perbankan seperti
BBCA,
BBRI,
BMRI, dan
BBNI sebagai pilihannya. Berkaca dari data Oktober 2021, pertumbuhan kredit naik 0,1% secara
month on month (mom) atau 3,2% secara
year on year (yoy). Capaian ini menjadi yang tertinggi sejak April 2020. Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) lebih tinggi dibanding kredit yang membuat
loan to deposit ratio (LDR) berada di level 79%. BBCA direkomendasikan dengan target harga Rp 8.350 per saham, BBRI dengan target harga Rp 5.425 per saham, BMRI dengan target harga Rp 9.975 per saham, dan BBNI dengan target harga Rp 9.000 per saham.
Baca Juga: Mengenal Dua Indeks Bertema ESG yang Diluncurkan Hari Ini Selain itu, ada juga UNTR, dengan target harga Rp 30.000 per saham. Sepengamatan Mirae Asset Sekuritas, UNTR tertopang oleh penjualan alat berat di bulan Oktober 2021 yang naik 30% secara mom atau 93% secara yoy. Kinerjanya membaik seiring dengan peningkatan permintaan dari sektor pertambangan, konstruksi, dan perkebunan.
UNTR pun optimistis penjualan alat berat akan meningkat 20% tahun depan. Sementara
ASII, induk dari UNTR, juga layak dicermati mengingat perpanjangan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) hingga akhir tahun bisa menjadi katalis positif. Di sisi lain, penjualan otomotif bulan November 2021 juga sudah mendekati angka normal seperti saat 2019, yakni 90.000 unit per bulan. Saham-saham lain yang bisa diamati adalah saham infrastruktur, khususnya telekomunikasi, seperti
TLKM,
ISAT, dan
EXCL.
Analis Sucor Sekuritas Indonesia Hendriko Gani menambahkan, investor sebaiknya mencermati kembali kondisi fundamental dan valuasi wajar terhadap saham konstituen indeks yang sudah mencetak kenaikan cukup tinggi. Ia pun melihat, saham-saham perbankan masih berpotensi diuntungkan seiring pertumbuhan ekonomi di tahun depan. Selain itu, ASII diprediksi juga akan mencatatkan pertumbuhan penjualan otomotif yang lebih baik. Kondisi fundamental perusahaan juga perlu dicermati terhadap saham konstituen indeks yang mencetak
return negatif secara ytd. Sebab, koreksi ini justru bisa dimanfaatkan selama investor bisa mempertimbangkan peluang ke depan. Misalnya saja, UNTR yang memiliki valuasi menarik dengan proyeksi penjualan alat berat yang akan bertumbuh. Ada juga
BSDE yang berpotensi membukukan kinerja positif karena penjualan marketing sales yang masih melanjutkan pertumbuhan, di sisi lain valuasinya juga atraktif.
Baca Juga: Sekarang Lesu, Indeks Hijau Masih Punya Peluang Menarik Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati