Prospek Jangka Panjang Menarik, Simak Rekomendasi Saham Sektor Kesehatan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek saham-saham sektor kesehatan dan farmasi tetap positif. Salah satu indikatornya kinerja Indeks Sektor Kesehatan (IDX Sector Healthcare) bergerak di zona hijau atau naik 3,18% sejak awal tahun.

Analis Henan Putihrai Jono Syafei mengatakan, prospek sektor rumah sakit dalam jangka panjang masih positif seiring kebutuhan layanan kesehatan yang terus meningkat, terutama di luar Jawa. Di semester pertama 2022 memang kinerja keuangan emiten rumah sakit turun. Tetapi hal tersebut disebabkan faktor high-base effect atau kinerja yang tinggi di tahun lalu.

"Kinerja tahun lalu melonjak saat Covid-19 dan tahun ini kembali normal mendekati pre-Covid," kata Jono kepada Kontan.co.id, Jumat (23/9).


Baca Juga: Saham Sektor Kesehatan Diprediksi Akan Tertekan Dalam Jangka Pendek

Harga saham emiten rumah sakit mulai kembali naik. Contohnya, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) yang mencatatkan kenaikan harga 7,14% dalam sebulan terakhir. Lalu PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) mencetak kenaikan 3,77% dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) naik 0,96%.

Menurut Jono, harga saham yang naik disebabkan kinerja operasional rumah sakit yang tetap kuat di tahun ini meskipun Covid telah turun. Kunjungan pasien terus meningkat dengan tidak adanya pembatasan lagi.

Jono menilai pergerakan harga saham emiten rumah sakit ini akan mengikuti kinerja dan prospek jangka panjangnya yang baik. Dia pun merekomendasikan SILO dengan target harga Rp 1.375 per saham karena kinerja operasional yang terus membaik dengan valuasi yang masih murah.

"SILO juga memiliki jaringan rumah sakit paling banyak di berbagai wilayah Indonesia dan akan diuntungkan dengan adanya kawasan wisata medis oleh pemerintah," ujar dia.

Baca Juga: Tahun Ini, Kalbe Farma (KLBF) Kejar Pertumbuhan Penjualan 11%

Dari sektor farmasi, analis Henan Putihrai Ezaridho Ibnutama juga melihat prospek yang positif. Dia menyebut, meski Presiden AS Joe Biden mengumumkan berakhirnya pandemi, Presiden Jokowi menyatakan menunggu putusan terkait status pandemi Covid-19 dari organisasi kesehatan dunia (WHO). Selain Covid, WHO juga baru-baru ini mendeklarasikan cacar monyet sebagai krisis kesehatan global yang akhir-akhir ini masih menjaga kesadaran kesehatan masyarakat.

Ezaridho juga mencermati untuk jangka panjang perusahaan farmasi melihat ke arah keberlanjutan melalui bahan baku yang bersumber secara lokal. Menurut dia, perusahaan farmasi memanfaatkan kekuatan Indonesia sebagai produsen utama tanaman herbal dan mengurangi dampak dari gangguan rantai pasokan global serta inflasi.

"Strategi jangka panjang ini berpotensi membuat harga produk farmasi perusahaan lebih terjangkau dan lebih tahan terhadap gangguan ekonomi makro," papar Ezaridho.

Baca Juga: Musim Suku Bunga Tinggi, Saham-saham Tahan Banting di Sektor ini Menarik Dicermati

Ezaridho menjagokan saham KLBF untuk sektor farmasi. Alasannya, meskipun pengembangan vaksin Covid-19 dengan mitra Korea gagal, baru-baru ini KLBF mengakuisisi Sanofi Indonesia yang telah memproduksi sejumlah besar produk vaksin untuk flu dan Covid-19.

"Dengan akuisisi tersebut, KLBF dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi produsen lokal pertama yang memproduksi vaksin monkeypox pertama di Indonesia jika mereka belajar dari kesalahan mereka dalam mengembangkan vaksin Covid-19," kata dia.

Selain itu, kedekatannya dengan pemerintah mengingat produknya berkontribusi besar dalam e-catalogue BPJS, membuat KLBF menjadi kandidat yang diunggulkan pemerintah untuk menjadi pemasok vaksin monkeypox.

Dengan demikian, Ezaridho mempertahankan rating buy KLBF dengan target harga Rp 2.000 per saham. Selain kemampuan untuk menumbuhkan laba bersih semester pertama 2022 sebesar 11,7% di tengah biaya produksi yang lebih tinggi, dia menyukai KLBF karena upaya berkelanjutan untuk meningkatkan praktik bisnisnya, terutama dalam digitalisasi logistik dan terapi terfokus melalui kolaborasi dengan PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) dan akuisisi Sanofi Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati