KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA) diproyeksikan kian moncer hingga akhir 2025 bahkan berlanjut ke 2026, seiring dorongan kuat dari kenaikan harga unggas dan bisnis hilir, serta potensi lonjakan permintaan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG). JPFA berhasil mencatatkan kinerja yang positif pada kuartal III 2025. Di mana, pendapatan JPFA di periode Juli-September 2025 mencapai Rp 15,62 triliun atau meningkat 14,6% secara tahunan (YoY) dan 18,8% QoQ. Adapun total penjualan Januari–September 2025 menjadi Rp 43,10 triliun atau tumbuh 4,4% YoY.
Sementara itu, laba bersih meningkat signifikan menjadi Rp 1,18 triliun pada kuartal III 2025, naik 90,6% YoY dan 111,4% secara QoQ. Kemudian laba bersih total Rp 2,41 triliun pada Januari–September atau tumbuh 15,1% YoY.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.653 Per Dolar AS Hari Ini (4/12) Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su menyebut bahwa pertumbuhan positif di periode ini disebabkan oleh dari bisnis broilernya, yang mana pada kuartal III sempat menyentuh Rp 22.000 per kg yang didorong pemulihan permintaan. Sementara harga soybean meal mengalami penurunan, sehingga margin pada bisnis ini mengalami ekspansi. Yang kedua ada dari bisnis DOC nya pada saat periode yang sama mencapai Rp 7.000 per kg. Lalu, yang terakhir bisnis segmen feed yang tetap solid. Di sisi lain, JPFA juga mencatat pertumbuhan kinerja di seluruh segmen usahanya. Segmen peternakan komersial tumbuh 18,3% YoY, sementara bisnis pakan ternak meningkat 8,1% YoY. Adapun segmen pengolahan unggas mencatat lonjakan tertinggi dengan pertumbuhan 23,2% YoY dan 12,3% QoQ. Menurut Harry, ekspansi bisnis hilir JPFA akan membuat perusahaan lebih solid ketika permintaan pada live-bird melemah, menurut kami. Hal itu karena ketika harga live-bird mengalami pelemahan, ini justru membuka margin pada bisnis processed-chicken untuk tumbuh karena biaya yang lebih murah. “Sehingga ke depan kita dapat berekspektasi untuk performa keuangan JPFA yang lebih solid dari lika-liku ekonomi. Pada sembilan bulan pertama 2025, kontribusi profitabilitas bisnis hilir ini sebesar 8%,” kata Harry kepada Kontan, Rabu (3/12/2025). Selain faktor tersebut, Harry bilang bahwa sentimen lain yang perlu dicermati untuk emiten perunggasan adalah harga soybean meal yang mengalami penguatan kembali, didukung oleh pernyataan Presiden Trump yang menyatakan bahwa China akan membeli American soybean sebesar 12 juta ton. Sementara penguatan kembali pada harga soybean berpotensi menggerus profitabilitas margin ke depan menimbang soybean berkontribusi 25% pada COGS (HPP).
Mengenai proyeksi kinerja, sejauh ini Harry menyebut perkiraan pendapatan JPFA bisa mencapai target Rp 58,7 triliun dan laba bersih Rp 63,3 triliun hingga akhit 2025. Hal ini sejalan dengan akibat pemulihan permintaan di kuartal III. Selain itu, kami melihat tren positif ini dapat terus berlanjut di tahun 2026 dengan pendapatan dibidik tumbuh ke level Rp 63,3 triliun atau tumbuh 7.8% YoY dan laba bersih diproteksi ke level Rp 63,3 triliun 12.5% YoY, didorong ekspektasi ekonomi yang lebih kuat dari rendahnya suku bunga. “Selain itu, sentimen positif lainnya datang dari program MBG yang diperhatikan kembali oleh pemerintah, berdasarkan observasi kami,” pungkas Harry.
Dengan berbagai sentimen dan katalis di atas, Harry merekomendasikan investor untuk beli saham JPFA dengan target harga Rp 2.700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News