KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja saham-saham sektor teknologi diprediksi masih berat di tahun 2024. Melansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI), indeks IDX Sector Technology sudah turun 30,06% secara
year to date (YtD). Indeks sektor teknologi merupakan indeks sektoral dengan kinerja terburuk sepanjang 2024. Kinerja saham masing-masing emiten juga berat. Lihat saja PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO) yang harga sahamnya terus turun. Saham GOTO sudah turun 39,53% YtD ke Rp 52 per saham. Harga saham PT Global Digital Niaga Tbk (
BELI) juga turun 4,15% YtD ke Rp 462 per saham. PT Bukalapak.com Tbk (
BUKA) mencatatkan penurunan harga saham 45,37% YtD ke Rp 118 per saham.
Selain itu, sektor teknologi juga tengah diselimuti isu mendung, khususnya yang melanda anak usaha GOTO, Tokopedia. Unit bisnis
ecommerce GOTO ini berencana melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai bulan Juni 2024. Berdasarkan laporan
Bloomberg pada Rabu (12/6), ByteDance Ltd yang merupakan induk usaha TikTok berencana untuk melakukan perampingan terhadap 450 karyawan di bagian
e-commerce Indonesia. Asal tahu saja, PT Tokopedia kini telah dikendalikan oleh TikTok. Tetapi, GOTO masih memiliki porsi saham sebesar 25%. GOTO juga memperoleh pendapatan dari biaya komisi dari Tokopedia.
Baca Juga: Ada Saham ARA di Tengah Pelemahan IHSG Hari Jumat (14/6), Cek 3 Emiten Ini Direktur Corporate Affairs Tokopedia dan Shop Tokopedia Nuraini Razak mengatakan, menyusul penggabungan TikTok dengan Tokopedia, pihaknya mengidentifikasi beberapa area yang perlu diperkuat dalam organisasi dan menyelaraskan tim kami agar sesuai dengan tujuan perusahaan. Sebagai hasilnya, pihaknya harus melakukan penyesuaian yang diperlukan pada struktur organisasi sebagai bagian dari strategi perusahaan agar dapat terus tumbuh. “Kami berterima kasih kepada tim TikTok dan Tokopedia atas kontribusi dan komitmen mereka selama masa penggabungan dan kami akan terus berupaya untuk mendukung mereka dalam melewati masa transisi ini,” ujarnya dalam informasi yang diterima Kontan.co.id, Jumat (14/6). Selain PHK, ByteDance Ltd juga dikabarkan berencana untuk menghentikan hampir 80% layanan Tokopedia. Namun, GOTO membantah kabar tersebut. Sekretaris Perusahaan GOTO, R. A. Koesoemohadiani menyampaikan, dalam kapasitas GOTO sebagai pemegang saham bukan pengendali minoritas PT Tokopedia, tidak ada rencana penghentian hampir 80% layanan Tokopedia. GOTO juga meyakini bahwa PT Tokopedia terus melakukan tinjauan atas efektivitas dari organisasi Tokopedia. “Segala keputusan yang diambil oleh PT Tokopedia merupakan hal yang akan ditentukan secara penuh oleh manajemen PT Tokopedia,” jelasnya dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu (12/6).
Baca Juga: IHSG Ambrol 1,42% ke 6.734 Jumat (14/6), Ada 451 Saham Melemah Hari Ini Kondisi emiten sektor teknologi di Indonesia berbeda jauh dengan sektor teknologi di bursa asing, khususnya di Amerika Serikat (AS). Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Richard Jonathan Halim mengatakan, saham teknologi di Indonesia tidak banyak yang dapat memenuhi ekspektasi dan kriteria dari para investor. “Masalahnya itu ada dari kurangnya raihan laba maupun dari segi persaingan dengan kompetitor dalam inovasi produk. Industri juga bisa dibilang sangat baru bagi Indonesia,” kata Richard kepada Kontan.co.id, Jumat (14/6). Industri teknologi di Indonesia masih sangat tertinggal dan dalam tahap awal pengembangan. Hal ini memang memiliki potensi pertumbuhan yang besar di masa depan. Namun, harus ada gebrakan besar dan dukungan pemerintah, investasi yang tepat, serta pengembangan talenta dalam negeri. “Ini agar perusahaan teknologi Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan bersaing di kancah global,” tutur dia. Secara spesifik, pasar saham Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan pasar saham luar negeri, seperti AS. Apalagi, ekonomi AS jauh lebih besar dibandingkan Indonesia, sehingga wajar jika pasar modalnya pun lebih besar. “
Index movers di pasar AS adalah saham teknologi berbeda dengan kita yang masih didominasi oleh sektor finansial dan energi,” ungkapnya.
Baca Juga: IHSG Jatuh 0,99% ke 6.764,175 di Sesi I Jumat (14/6), Top Losers: CPIN, MAPI, PGEO Selain itu, saham teknologi di bursa AS, seperti NVIDIA, bisa naik ratusan persen. Ini didorong oleh kuatnya dominasi perusahaan teknologi dalam menguasai industri secara global. “Perusahaan teknologi di luar negeri juga mampu mencetak profitabilitas di atas ekspektasi investor yang dapat meningkatkan dari sisi likuiditas yang masif,” ujarnya. Menurut Richard, hal yang dapat menyebabkan penurunan saham teknologi Indonesia adalah potensi kenaikan suku bunga, serta ketidakpastian pasar domestik, seperti kebijakan pemerintah yang kerap kali kontraproduktif. “Lalu, persaingan yang sangat ketat dan kinerja keuangan emiten yang belum konsisten mencetak laba juga memberatkan sektor teknologi di bursa domestik,” katanya. Alhasil, Richard pun masih merekomendasikan
wait and see untuk saham teknologi sembari melihat hasil kinerja keuangan para emiten di kuartal II 2024. “Namun, kami memberikan target harga Rp 81 per saham untuk GOTO yang akan kami review ke depannya,” papar dia. Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda melihat, kinerja emiten teknologi saat ini melemah karena adanya PHK di Tokopedia serta langkah seluruh pendiri perusahaan GOTO yang meninggalkan GOTO. Menurut Vicky, perusahaan teknologi di bursa asing jauh lebih baik karena sektor teknologi di sana menunjukkan kinerja yang jauh lebih baik. Hal ini didorong prospek pertumbuhan yang kuat dan minat investor yang lebih tinggi.
Baca Juga: Tak Lagi Jadi Pengendali, GOTO Serahkan Keputusan PHK Tokopedia ke BytedDance Selain itu, pasar modal AS jauh lebih matang dan memiliki investor yang lebih aktif dalam berinvestasi di sektor teknologi. “Berbeda dengan di Indonesia yang masih belum begitu melirik emiten teknologi. Apalagi, emiten sektor teknologi di bursa domestik memang masih kurang bagus kinerjanya, walaupun pendapatannya tercatat bertumbuh,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (14/6). Vicky melihat, kinerja emiten teknologi di bursa domestik masih berpotensi mengalami perbaikan kinerja dengan beberapa pendorongnya. Kinerja para emiten teknologi bisa membaik jika mereka memperluas jangkauan pasar dengan inovasi produk yang menjangkau konsumen. “Emiten bisa memperkuat fundamental melalui pengelolaan beban usaha dan beban-beban lain dan disertai adanya strategi baru yang dapat mendongkrak kinerja emiten,” paparnya.
Adapun sentimen negatifnya adalah ketidakpastian ekonomi yang masih terjadi di Indonesia dan juga global, kenaikan suku bunga, serta menurunnya minat investor pada emiten-emiten teknologi yang memiliki risiko tinggi. “Tidak dapat dipastikan berapa lama jangka waktu kondisi sektor teknologi seperti ini,” tuturnya. Vicky juga masih merekomendasikan
wait and see untuk saham-saham di sektor teknologi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati