Prospek pasar obligasi dan sejumlah tantangan ke depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan pasar obligasi tidak hilang dan bisa menyebabkan volatilitas pasar meski hasil pemilu memberikan sentimen positif.

I Made Adi Saputra Analis Fixed Income MNC Sekuritas mengatakan pasar obligasi masih akan mendapat tantangan, terutama dari perlambatan ekonomi global.

Sentimen tersebut Made proyeksikan akan membuat setiap negara akan mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi.


"Paket kebijakan ekonomi dari berbagai negara ini yang harus investor valuasi negara mana yang kebijakan fiskalnya paling atraktif untuk dijadikan tempat investasi baik itu portofolio maupun foreign direct investment," kata Made, Kamis (18/4)

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro menambahkan ruang penurunan yield masih terbuka lebar karena disokong rilis pertumbuhan ekonomi China di kuartal I 2019 naik ke 6,4%.

Data tersebut, Nico katakan bisa menjadi katalis positif bagi pasar obliagsi domestik terlebih lagi jika negosiasi damai dagang AS dan China bisa segera terwujud. "Jika perang dagang AS dan China selesai hal ini bisa menurunkan kekhawatiran investor terhadap isu perlambatan ekonomi global," kata Nico.

Yang pasti, sikap dovish The Fed hingga akhir tahun, juga Nico yakini bisa menjadi pendorong penguatan pasar obligasi domestik.

Sementara, dari domestik, stabilitas fundamental ekonomi yang diiringi usaha pemeirntah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan Nico prediksi turut menopang kinerja pasar obligasi.

Namun, kembali lagi bayang-bayang tekanan isu perang dagang yang AS hembuskan ke Uni Eropa bisa menjadi faktor yang menekan pasar obligasi. Selain itu, pelaku pasar juga masih memperhatikan kelanjutan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang diperpajang hingga 31 Oktober.

Made memproyeksikan hingga akhir tahun yield SUN tenor 10 tahun berada di 7,6%. Dengan CDS yang berpotensi turun, Made memproyeksikan potensi yield SUN untuk bergerak turun juga terbuka.

Made memproyeksikan dalam jangka pendek yield SUN tenor 10 tahun ke bawah akan lebih banyak mengalami penurunan dibanding yield SUN di atas 10 tahun.

SUN tenor yang lebih pendek masih akan lebih banyak di buru investor dari pada SUN bertenor panjang, karena investor masih khawatir ada tekanan dari proyeksi penurunan pertumbuhan ekonomi global, meski kondisi dalam negeri setelah pemilu kondusif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto