KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar obligasi Indonesia dipandang masih memiliki prospek yang positif hingga akhir tahun nanti. Selain didukung oleh sentimen penurunan suku bunga acuan, posisi yield Surat Utang Negara (SUN) masih terbilang atraktif bagi para investor. Direktur Utama Mandiri Manajemen Indonesia (MMI) Alvin Pattisahusiwa menyampaikan, saat ini para investor tengah dikhawatirkan oleh potensi perlambatan ekonomi berskala global. Akan tetapi, sentimen ini mendorong bank-bank sentral dunia untuk memberikan kebijakan yang lebih akomodatif, misalnya melalui pemangkasan suku bunga acuan. Bank Indonesia pun telah menurunkan suku bunga acuan dan hal yang sama masih bisa terulang di sisa tahun ini. Harapannya, arus modal yang masuk ke pasar obligasi Indonesia terus meningkat.
Potensi tersebut didukung oleh fakta bahwa tren penurunan suku bunga acuan membuat yield surat utang di beberapa negara maju sudah memasuki area negatif. “Akhirnya investor global mencari negara dengan yield tertinggi. Indonesia pun termasuk di dalamnya,” ungkap Alvin kepada Kontan.co.id, Selasa (20/8). Baca Juga: Ekonom Samuel Sekuritas prediksi BI akan mempertahankan suku bunga acuan Asal tahu saja, yield SUN 10 tahun hari ini berada di level 7,32% berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI). Menurut Alvin, yield SUN sebenarnya dalam kondisi kurang normal. Pasalnya, dalam beberapa waktu terakhir, yield SUN bergerak volatil dengan kecenderungan mengalami kenaikan. Di saat yang sama, yield US Treasury tenor 10 tahun justru dalam tren menurun hingga ke level 1,56% pada hari ini. Spread yield antar kedua surat utang ini pun terus melebar hingga lebih dari 500 bps. “Spread yield SUN dan US Treasury sudah terlalu lebar dan ini sebenarnya jarang terjadi,” terangnya. Baca Juga: Sejumlah analis nilai prospek Kalbe Farma (KLBF) yang gesit ekspansi menarik