Prospek penerbitan obligasi global masih menarik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek penerbitan obligasi dalam pasar global merupakan prospek yang sangat menarik. Pasalnya, opsi ini bisa jadi pilihan emiten untuk mencari dana yang lebih besar dan stabil dengan denominasi dollar Amerika Serikat (AS).

Head of Fixed Income Research MNC Sekuritas I Made Ade Saputra menjelaskan, sejumlah emiten Indonesia yang kerap menerbitkan obligasi global menunjukkan kepercayaan diri dalam aset dan keuangan mereka. Memang, sangatlah berat bila perusahaan membukukan keuangan dengan rupiah tapi menerbitkan obligasi global dengan kurs mata uang yang lebih kuat.

"Kalau sampai missed, mereka bakal harus menanggung beban bunga dan kehilangan nilai tukar kurs yang besar, artinya bagi perusahaan yang keuangannya masih dalam rupiah harus memiliki pasokan uang yang besar," jelas Made saat dihubungi KONTAN, Rabu (15/11).


Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga meyakini bahwa ke depan akan semakin banyak perusahaan yang memberanikan diri untuk menerbitkan obligasi global. Pasalnya peran pemerintah yang terus menggenjot BUMN untuk mencari alternatif pendanaan akan semakin membuka mata perusahaan Indonesia akan prospek internasional.

Namun, untuk sektor swasta bakal harus terus memperhatikan hedging alias nilai tukar karena tidak mendapatkan jaminan pemerintah. "Kalau BUMN pasti dijamin oleh pemerintah, jadi mereka punya posisi tawar lebih bagus dari swasta," jelas Desmon.  Apalagi mengingat penerbitannya bisa mencapai jutaan bahkan miliaran dollar.

Penerbitan obligasi global yang makin banyak ini bakal sejalan dengan komentar Presiden Joko Widodo yang menyatakan BUMN seharusnya tidak malas dan enggan mencari sumber dana alternatif dari luar negeri. Toh buktinya Komodo Bond keluaran PT Jasa Marga Tbk (JSMR) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) berhasil meluncur ke pasar global walau ditawarkan dengan kurs rupiah.

Mengenai gagal terbitnya obligasi global PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS), Made yakini hal tersebut bisa jadi adanya kesusahan dalam melakukan konversi mata uang. Komoditas minyak kelapa sawit yang menjadi mata pencaharian emiten umumnya diperdagangkan dalam kurs ringgit Malaysia, sedangkan laporan keuangan emiten dibukukan dalam rupiah.

Walhasil konversi surat utang ke dollar bakal berakhir panjang. "Dengan memilih terbitkan obligasi dollar AS seharusnya bisa ambil hedging agar tetap berjalan," jelas Made. Melalui aksi lindung mata uang, maka prospek default menjadi lebih rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati