KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka menggenjot kepemilikan domestik pada Surat Berharga Negara (SBN), Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan berencana menambah porsi penambahan SBN ritel mencapai Rp 60 triliun di tahun depan. Jumlah tersebut setara 7% dari rencana penerbitan gross SBN di tahun depan. Jumlah tersebut juga naik bila dibandingkan porsi penerbitan SBN ritel yang tahun ini hanya Rp 40 triliun. I Made Adi Saputra, Analis Fixed Income MNC Sekuritas mengatakan SBN ritel yang gencar pemerintah tawarkan akan mampu diserap dengan baik oleh investor ritel. Salah satu daya tarik SBN ritel selama ini adalah karena tawaran imbal hasil yang lebih tinggi dari imbal hasil jika menyimpan uang di deposito.
Dana investor ritel cukup besar, ini terlihat dari dana yang masuk ke dana pihak ketiga perbankan masih jumbo bila dibandingkan dengan dana yang selama ini diserap SBN Ritel. Sehingga potensi pemerintah menambah porsi SBN Ritel masih akan diserap baik oleh investor. "SBN Ritel yang menawarkan fitur floating rate tingkat imbal hasilnya menarik bila dibandingkan dengan mereka yang hanya menabung di bank, ini yang menjadi sasaran pemerintah," kata Made, Selasa (4/12). Penyerapan SBN ritel diproyeksikan baik karena bagi investor domestik, instrumen ini kebal oleh sentimen negatif dari eksternal yang bisa melemahkan nilai tukar rupiah. Selain itu, pemerintah juga terus berusaha dalam menjaga inflasi di level rendah sehingga SBN ritel yang menawarkan imbal hasil tinggi jadi makin menarik. Made memproyeksikan yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun bisa mencapai 8,1%-8,5% di tahun depan. Proyeksi tersebut berdasarkan asumsi rupiah terjaga di level Rp 15.000 per dollar AS dan yield US Treasury tidak melonjak tinggi atau stabil di 3,25% di tahun depan. Made menjelaskan yield berpotensi naik di tahun depan karena rupiah berpeluang melemah, akibat dollar AS yang berpeluang menguat jika permasalahan perang dagang AS dan China berbalik memanas kembali. Permasalahan defisit transaksi berjalan atau
current account deficit (CAD) Indonesia yang masih terjadi juga otomatis bisa melemahkan rupiah dengan sendirinya. Sementara untuk imbal hasil SBN ritel, Made mengatakan tawaran yang diberikan akan bergantung pada pertimbangan pemerintah apakah ada perubahan dalam memberikan premium spread yang saat ini 225 basis poin dari BI Seven Days Reverse Repo Rate. Namun, Made memproyeksikan pemerintah masih akan memberikan premium spread. "Iika tahun depan suku bunga berpeluang naik dua kali lagi, ya, yield SBN ritel juga akan naik," kata Made. Meski cost of fund pemerintah naik, Made menilai ini tidak menjadi masalah karena pada akhirya keuntungan juga akan dinikmati oleh investor domestik. Sehingga, harapan pemerintah untuk tidak bergantung pada investor asing bisa secara perlahan terwujud. "Ini langkah tepat," kata Made. Jika investor domestik telah matang maka pemerintah selanjutnya bisa menambah variasi SBN ritel dengan fitur diskonto. Investor ritel bun bisa merasakan asetnya berkembang.
Senada, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar mengatakan minat investor ritel akan selalu ada tergantung pada imbal hasil yang ditawarkan SBN ritel. Untuk yield SUN tenor 10 tahun, Anil memproyeksikan di tahun depan bisa turun ke 6,8%. Penyebabnya, inflasi terjaga, harga minyak turun, dan aliran dana asing terus masuk. Dengan begitu suku bunga BI, deposito dan yield SBN ritel akan mengikuti turun. "Penyebab yield SUN tahun ini cenderung naik karena dipengaruhi 50% oleh pergerakan US Treasury, dan 50% sisanya dipengaruhi oleh likuiditas pasar obligasi oleh investor asing, jika likuiditas kembali maka ada kesempatan yield SUN turun 1% di tahun depan, " kata Anil. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto