KONTAN.CO.ID - Semua tahu, Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, termasuk Vladimir Putin. Dalam rapat kabinet yang digelar 16 Oktober lalu, Presiden Rusia ini menyebut Indonesia adalah negara muslim, setelah mendengar paparan menteri pertanian yang berencana mengekspor daging babi ke negara kita. Meski menyandang predikat sebagai negara muslim terbanyak sejagad, Guntur Putra, Presiden Direktur dan
Chief Executive Officer (CEO) PT Pinnacle Persada Investama (Pinnacle Investment), bilang, dibandingkan dengan Malaysia, untuk urusan pasar keuangan syariah, pertumbuhan Indonesia masih tertinggal. Tapi, seiring sosialisasi dan edukasi yang gencar, ia yakin, minat investor akan bertambah dan permintaan produk keuangan syariah bakal terus meningkat. Itu sebabnya, produk reksadana syariah terus bermunculan. Terbaru, reksadana yang diperdagangkan di bursa efek alias
exchange traded fund (ETF) syariah besutan Pinnacle Investment. Produk bernama Pinnacle Enhanced Sharia ETF (XPES) itu diluncurkan pada 11 Oktober lalu.
Selain tentunya karena ada permintaan, Guntur mengatakan, Pinnacle meluncurkan produk ini karena di tanah air baru tersedia satu produk reksadana ETF syariah. “XPES juga melengkapi produk ETF kami yang sudah ada sebelumnya,” kata dia. Sebelumnya, Pinnacle Investment merilis tiga produk ETF. Pinnacle Investment memasang target imbal hasil produknya anyarnya itu paling tidak bisa setara dengan indeks acuan, yaitu Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). “Produk-produk ETF kami yang lain sejauh ini bisa konsisten mereplikasi risiko indeks acuan, dengan kinerja setara atau lebih dari indeks, bisa mencapai
alpha sekitar 3%–4% di atas indeks acuan,” ujar Guntur. Info saja, sejak awal tahun hingga 19 Oktober lalu, ISSI mencetak kenaikan 7%. Sedang XPES dalam tempo tujuh hari setelah peluncuran sudah mengukir imbal hasil 0,4%. Untuk mengejar target imbal hasil itu, perusahaan yang berdiri 2011 ini bakal menempatkan dana kelolaan minimal 80% dan maksimum 100% pada saham syariah. Sisanya 0%–20% di surat utang syariah yang mempunyai jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun atau deposito perbankan syariah. Dalam pemilihan efek syariah, Pinnacle menerapkan strategi
multi-factor based investing untuk pembobotan saham yang lebih optimal. Jadi, manajer investasi di bawah bendera Ares Quantum Capital ini tidak melakukan pembobotan berdasar sektor tetapi faktor. Yakni, faktor momentum, nilai (
value), kualitas, dan volatilitas. Soalnya, Guntur menjelaskan, pembobotan berdasarkan sektor memiliki masa. Selama periode ini, misalnya, sektor A kuat. Periode berikutnya, giliran sektor B yang perkasa. Tapi, kalau mengacu ke empat faktor itu sudah teruji bisa menghasilkan
alpha dan lebih akurat juga dalam mencetak imbal hasil yang konsisten di atas pasar. “Tingkat risiko pun bisa lebih terukur,” tambah Guntur. Sudah di kisaran target Guntur mengklaim XPES adalah produk reksadaa ETF syariah pertama di Indonesia yang menerapkan pendekatan
smart beta. Intinya, Pinnacle Investment memberikan investor eksposur terhadap emiten syariah di tanah air berkapitalisasi besar secara terdiversifikasi dengan mereplikasi tingkat risiko indeks. Tapi, tingkat likuiditas dan imbal hasilnya lebih tinggi daripada indeks. Dengan pendekatan ini, Pinnacle Investment melakukan konstruksi portofolio dengan kombinasi strategi kuantitatif mendalam. Ini mencakup teknik matematika, statistik, dan komputerisasi, termasuk riset fundamental guna memaksimalkan pembobotan investasi.
Smart beta merupakan gabungan pendekatan manajemen aktif dan pasif yang dilakukan secara sistematis. Pasif karena mengacu pada kinerja indeks acuan. “Tapi juga aktif dalam menganalisis pembobotan investasi berdasarkan empat faktor. Jadi, bukan hanya dengan pembobotan kapitalisasi pasar,” jelas Guntur. Tertarik? XPES terbuka untuk investor ritel maupun institusi. Secara jumlah, Guntur menyebutkan, investor Pinnacle Investment kebanyakan pemodal ritel. Tapi secara besaran nominal investasi, investor institusi masih mendominasi. Minimal pembelian XPES di pasar primer melalui PT Indo Premier Sekuritas, diler partisipan Pinnacle Investment, sebesar Rp 50 juta per 1.000 unit penyertaan (basket). Sementara di pasar sekunder lewat broker manapun, minimal pembeliannya hanya Rp 50.000 per 100 unit penyertaan, lo. Selain biaya manajer investasi dan bank kustodian, investor kena biaya broker saat melakukan pembelian atau penjualan di bursa sesuai ketentuan Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut Beben Feri Wibowo,
Research Analyst Pasardana, reksadana ETF syariah mencatatkan kinerja yang tidak jauh berbeda dengan indeks acuan, yaitu Jakarta Islamic Index (JII) dan ISSI. Meskipun, kinerjanya memang tertinggal dibanding Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik di atas 10%, persisnya ialah 11,59%. “Kami menilai, kinerja reksadana ETF syariah yang ada sekarang sudah berada di kisaran targetnya untuk tahun ini,” katanya. Untuk jumlah investor, dari segi dana kelolaan (AUM) dan unit penyertaan, data Pasardana memperlihatkan, reksadana ETF, baik konvensional maupun syariah, per Agustus lalu masing-masing tumbuh 17,72% dan 26,44%. Ini menjadi tanda bahwa semakin banyak investor yang tertarik menyasar produk reksadana ETF. Yang jadi katalis positif kinerja reksadana ETF sampai akhir tahun nanti adalah rilis laporan keuangan emiten kuartal ketiga dan faktor musiman Natal dan Tahun Baru. Untuk tahun depan, sentimen positifnya ialah Pilkada Serentak 2018, serta Pemilu dan Pilpres 2019.
Hajatan demokrasi itu biasanya bakal mendongkrak ekspektasi investor terhadap pasar modal. “Meskipun, bisa jadi sentimen negatif juga karena tingginya suhu persaingan politik yang ada,” ujar Beben. Pasar juga masih optimistis, Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan bahkan menurunkan suku bunga acuan sampai 2018 mendatang. Tentu saja, ini bakal menggairahkan pasar selama pemerintah mampu mengendalikan nilai tukar rupiah dan tingkat inflasi. Siapa yang berminat? Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan