Prospek Rupiah di Tahun 2023, Menanti Aksi The Fed



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meski penuh ketidakpastian, rupiah dipandang memiliki secercah harapan untuk bangkit di tahun 2023. Aksi bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan memainkan peran vital bagi arah sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah.

Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana menilai bahwa ada harapan bagi mata uang Garuda untuk menguat di hadapan dolar AS pada tahun 2023. Hal tersebut tentunya sangat bergantung pada sejumlah kebijakan global terutama kenaikan suku bunga.

Fikri tak menampik bahwa di tahun depan masih akan ada risiko nilai tukar rupiah tertekan karena kondisi suku bunga tinggi yang menciptakan kondisi pasar risk off di awal tahun. Namun, kondisi tersebut dianggap tidak akan berlangsung lama.


"Pada kuartal kedua 2023 dengan asumsi risiko inflasi turun, tingkat suku bunga akan melandai atau cenderung turun maka akan memberi ruang bagi rupiah untuk kembali terapresiasi," jelas Fikri saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (27/12).

Pasalnya, pelemahan rupiah sepanjang tahun ini memang karena Indeks Dolar AS (DXY) yang tumbuh perkasa di hadapan sejumlah mata uang. Mengutip Tradingeconomics pukul 17.45 WIB, Rabu (28/12), DXY sukses bertumbuh 8,61% secara tahunan.

Baca Juga: Loyo, Rupiah Spot Ditutup Melemah ke Rp 15.719 Per Dolar AS Pada Hari Ini (28/12)

Terlebih, jika China dengan permasalahan covid-19 telah usai, hal itu akan memberikan optimisme pertumbuhan ekonomi global. Dengan demikian, terdapat harapan harga komoditas kembali stabil dan inflasi glbal akan turun jika China membuka akses dari kebijakan ketat zero Covid-19.

Konflik geopolitik Ukraina dan Rusia juga akan memainkan peran penting bagi outlook ekonomi dunia di tahun depan. Apabila permasalahan ini berlarut-larut tanpa berujung damai maka bakal menambah sentimen perlambatan ekonomi global.

Kendati banyak digembori risiko resesi, namun prospek ekonomi dunia dinilai hanya sebatas perlambatan ekonomi. Hal itu karena menilai kondisi inflasi dalam negeri AS sudah terkendali. Ini mengindikasikan bahwa kenaikan suku bunga di tahun depan tidak akan agresif.

Fikri mencermati bahwa kuartal kedua 2023 adalah momentum penting untuk menilai arah rupiah selanjutnya. Jika The Fed sudah merasa cukup dengan tingkat suku bunga, maka memberikan harapan bagi prospek ekonomi global untuk lebih bebas.

Dari domestik, kuartal kedua akan mengangkat tingkat konsumsi masyarakat. Pada periode tersebut, risiko ekonomi dinilai lebih rendah dan bertepatan dengan masuknya suasana puasa hingga lebaran idul Fitri.

Momen puasa dan lebaran tersebut bakal mengangkat sektor konsumsi dan sektor manufaktur, bahkan hingga kuartal III-2023. Selain itu, neraca perdagangan diyakini masih akan terus mencetak hasil positif.

Baca Juga: Tak Bertenaga, Rupiah Jisdor Melemah ke Rp 15.703 Per Dolar AS Pada Rabu (28/12)

Hanya saja, Fikri mewaspadai, kehati-hatian mulai muncul pada akhir kuartal ketiga dan selama kuartal keempat 2023. Sebab, investor bersikap wait and see terhadap arah kebijakan dari kandidat yang akan menjadi Presiden.

"Dalam pemilihan umum biasanya investor lebih menjaga diri. Harapannya tidak ada konflik sosial dan ekonomi di Indonesia," terang Fikri.

Menurut Fikri, sebenarnya posisi rupiah saat ini yang berkisar Rp 15.600-an cukup menjadi nilai wajar. Hal itu karena rupiah mampu bertahan di tengah gempuran dolar AS yang begitu perkasa. Buktinya, kurs rupiah jika dibandingkan emerging market masih sangat baik.

Karena itu, dia berharap rentang rupiah masih akan bertahan atau bahkan sedikit terapresiasi di area Rp 15.500 pada tahun 2023. Penguatan ekonomi domestik dianggap bakal memantik sejumlah dana asing kembali masuk berinvestasi di Indonesia. Bahkan, jika dana asing bisa dicegah keluar saja, hal itu sudah cukup baik untuk menopang pergerakan rupiah.

Sedikit ulasan tahun ini, dana asing banyak keluar dari instrumen Surat Berharga Negara (SBN). Dari awal tahun hingga 27 Desember 2022, total kepemilikan asing di pasar SBN telah berkurang Rp 130,07 triliun menjadi Rp 763,53 triliun. Sementara, dana asing di pasar saham masih cukup ramai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari