Prospek subur para emiten kebun



JAKARTA. Kinerja emiten sektor perkebunan tahun lalu kurang memuaskan. Semisal, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT BW Plantations Tbk (BWPT), PT PP London Sumatera Indonesia (LSIP), dan PT Salim Invomas Pratama Tbk (SIMP) membukukan penurunan kinerja keuangan dari tahun sebelumnya.

Dari sisi pendapatan, AALI dan BWPT lebih beruntung karena masih bisa mencetak pertumbuhan, masing-masing AALI sebesar 9,69% dan BWPT 21,18%. Sementara, pendapatan LSIP dan SIMP turun, masing-masing 1,90% dan 4,05%.

Sedangkan soal laba, semua emiten perkebunan itu keuntungannya menyusut. Ambil contoh, laba bersih AALI turun 25,31%, LSIP merosot 31,06%, SIMP anjlok 54,71%, dan laba BWPT terpangkas 30,67%.


Analis MNC Securities Dian Agustina melihat, kinerja emiten perkebunan di tahun lalu rontok akibat rendahnya harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO). Tahun ini, ia melihat prospek yang lebih cerah bagi para emiten perkebunan di Tanah Air.

Menurut Dian, badai El nino yang diperkirakan menerjang kawasan Asia Tenggara dapat memangkas produksi CPO. "Jika badai El nino benar-benar datang, produksi bisa turun sehingga harga CPO akan naik," tuturnya.

Analis Mandiri Sekuritas, Hariyanto Wijaya dalam risetnya 26 Maret 2014 lalu, memaparkan, lembaga independen internasional Oil World, memperkirakan, harga CPO akan terdongkrak oleh minimnya persediaan dan lonjakan permintaan domestik. Harga CPO menurut hitungan Hariyanto, bakal naik dalam empat hingga delapan minggu ke depan.

Perlu dicermati, persediaan CPO dunia pada akhir tahun 2013-2014 yang berakhir di 30 September diperkirakan turun menjadi 9,8 juta ton dari tahun sebelumnya, 9,99 juta ton. Oil Wolrd memprediksi, CPO akan menjajal harga premium, di atas harga kedelai pada bulan Maret dan kemungkinan berlanjut ke bulan April.

Hariyanto sependapat, penguatan harga CPO bakal berlanjut. Dia berasumsi, produksi minyak sawit Malaysia tahun ini stagnan. Ini merupakan dampak kekeringan pada medio 2013 yang kemudian mengganggu produksi CPO Malaysia sejak Januari 2014.

Sementara itu, curah hujan yang sangat rendah di Malaysia dan sebagian wilayah Indonesia sejak Januari lalu juga akan mengganggu pasokan CPO dunia.

Analis Danareksa Sekuritas, Helmi Kristanto, dalam risetnya 3 Februari 2014 menyebut, kebijakan biodiesel juga akan menopang permintaan CPO. Di kuartal III-2013, pemerintah menerapkan aturan mencampurkan biodiesel ke dalam bahan bakar sebanyak 10% dan naik bertahap menjadi 25% di 2014. Pertamina pun mulai memperbesar pembelian biodiesel atau fatty accid methyl ester (FAME) pada September 2013 sebanyak 95.170 kiloliter (Kl).

Menurut Pertamina, minyak sawit adalah tanaman utama yang bisa memasok program biodiesel. Meski begitu, Helmi mengingatkan, program biodiesel ini punya sejumlah risiko.

Pertama, ketersediaan lahan. Kedua, risiko peningkatan harga. Dan ketiga, mekanisme harga yang mendukung sehingga menarik minat perusahaan perkebunan.

Helmi menyebutkan, Pertamina akan serius menggarap program biodiesel itu sehingga sektor perkebunan akan terkena imbas positifnya. Kata Helmi, tahun ini, Indonesia akan menjadi konsumen terbesar minyak sawit dengan pangsa pasar 15,3%. Hal ini didukung oleh pertumbuhan permintaan CPO di Indonesia yang akan mencapai 16,9% di tahun ini, melebihi India.

Dian meramal, pendapatan emiten sektor perkebunan tahun ini tumbuh 10%-15% dan laba bersih akan naik 15%. Di antara emiten sektor perkebunan, Helmi menyukai saham LSIP. Adapun Dian merekomendasikan saham AALI dan LSIP.

Sementara, Heriyanto merekomendasikan saham LSIP, BWPT, dan AALI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie