Prospek Suram, Harga Minyak Mentah Anjlok Lebih dari 6% di Awal Pekan



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga minyak merosot tajam usai serangan Israel terhadap Iran yang tidak separah yang dikhawatirkan. Prospek permintaan mintyak yang masih lesu turut berpengaruh bagi koreksi harga minyak.

Untuk diketahui, harga minyak mentah WTI terkoreksi lebih dari 6% dalam sehari dan 3,97% dalam sepekan terakhir ke level US$ 67,22 per barel, berdasarkan data Trading Economics, Senin (28/10) sore. Minyak mentah Brent juga jatuh lebih dari 6% dalam sehari dan sekitar 3,84% dalam sepekan ke level US$ 71,43 per barel.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengamati, harga minyak mentah turun setelah serangan Israel terhadap Iran. Hal itu terjadi karena serangan Israel tidak menargetkan fasilitas minyak Iran, seperti sebelumnya diperkirakan pasar.


"Serangan Israel tampaknya meredakan kekhawatiran akan eskalasi yang lebih luas di Timur Tengah di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gaza dan Lebanon, serta ketegangan antara Israel dan Iran," ujar Sutopo kepada Kontan.co.id, Senin (28/10).

Baca Juga: Ini Sebab Harga Minyak Anjlok Hampir 6% pada Senin (28/10) Malam

Di sisi permintaan, Sutopo melihat, tanda-tanda aktivitas ekonomi yang lemah di konsumen utama China terus membebani sentimen, dengan data akhir pekan menunjukkan penurunan laba industri meskipun ada stimulus pemerintah baru-baru ini. Di tempat lain, pelaku pasar mengamati potensi penyesuaian produksi dari OPEC+ dan implikasi dari pemilu Amerika Serikat (AS).

Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mencermati, harga minyak mentah dipengaruhi pembalasan Israel terhadap Iran yang dianggap tidak terlalu keras, serta Iran yang memberikan sinyal bahwa mereka tidak akan membalas.

"Penyerangan Iran juga tidak menyentuh fasilitas nuklir dan kilang minyak. Hal ini membuat harga minyak mentah turun, karena selama ini didukung oleh konflik di Timur Tengah," kata Lukman kepada Kontan.co.id, Senin (28/10).

Di samping itu, Lukman menilai bahwa prospek permintaan yang lemah di masa depan akan terus menekan harga minyak. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan lebih lamban terutama di China, juga elektrifikasi kendaraan yang semakin mendominasi (BEV, PHEV dan HEV, yang menyumbang lebih dari setengah penjualan di China dan juga EU) .

Baca Juga: Pasca Israel Serang Iran, kok Harga Minyak Dunia Ambles Lebih dari 4% Hari Ini?

Persaingan dengan produsen shale oil di Amerika Utara juga semakin menekan harga minyak. Organisasi pengekspor minyak dan sekutu (OPEC+) cepat atau lambat akan mengakhiri pembatasan produksi, karena mereka menganggap langkah itu tidak efektif ketika Amerika Utara terus meningkatkan produksi.

"Pembatasan produksi secara tidak langsung mendukung meningkatnya produksi minyak shale oil di Amerika Utara yang mendominasi total produksi," imbuh Lukman.

Menurut Lukman, tanpa adanya gangguan pasokan seperti kebijakan OPEC, perang, konflik geopolitik, maka harga minyak berpotensi turun ke US$ 60 per barel di akhir tahun ini. Tahun depan juga tidak banyak yang bisa memengaruhi pasar minyak karena suplai diproyeksi masih tinggi, sedangkan permintaan menurun.

Dengan asumsi tersebut, maka minyak mentah bisa turun ke level US$ 50 per barel di tahun 2025. Sementara itu, Sutopo memperkirakan minyak mentah bakal turun ke level US$72,29 per barel di akhir tahun 2024.

Selanjutnya: NIM Perbankan Mulai Menunjukkan Perbaikan di Kuartal III 2024

Menarik Dibaca: Air Galon Polikarbonat Bisa Tercemar BPA Kala Distribusi, Berikut Penjelasannya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati