KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek bisnis dua emiten, PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) dan PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI), tengah meredup. Satu indikasinya, lembaga pemeringkat telah memangkas peringkat surat utang kedua emiten tersebut. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memangkas
rating AISA dari idBBB menjadi idBB+.
Rating yang dirilis pada 12 Januari 2018 ini disertai dengan stempel
outlook credit watch with negative implication. Seiring penurunan
rating perusahaan, Pefindo juga memangkas
rating tiga surat utang AISA, juga dari idBBB menjadi idBB+. Masing-masing untuk Obligasi I Tahun 2013 senilai Rp 600 miliar, Sukuk Ijarah I Tahun 2013 senilai Rp 300 miliar dan Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 senilai Rp 1,2 triliun.
Manajemen AISA terus mengupayakan agar kewajiban utang bisa terpenuhi. "Kami pasti berusaha memenuhi kewajiban. Soal aksi korporasi, kami belum bisa informasikan," ujar Ricky Tjie, Sekretaris Perusahaan AISA kepada KONTAN, Selasa (16/1). Dua surat utang, obligasi senilai Rp 600 miliar dan sukuk ijarah Rp 300 miliar akan jatuh tempo pada 5 April 2018. Terkait skema pelunasan surat utang itu, Ricky belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut. Pada tahun ini, AISA akan fokus pada bisnis
fast moving consumer goods (FMCG) atau produk yang memiliki perputaran omzet cepat dengan biaya relatif rendah. Rencana terdekat AISA adalah mengoperasikan pabrik minuman Capri-Sun di Karanganyar, Jawa Tengah. "Pabrik masih persiapan, kami usahakan semua
on target," tambah Ricky. Sebelumnya, KONTAN memberitakan pabrik Capri-Sun dijadwalkan beroperasi pada Januari-Februari 2018. Nasib TAXI Seperti halnya AISA, emiten lain yang tengah terdesak adalah TAXI. Pefindo juga memangkas
rating obligasi TAXI. Peringkat Obligasi I Tahun 2014 yang senilai Rp 1 triliun menyusut dari sebelumnya idBBB menjadi idBB+. Surat utang tersebut akan jatuh tempo pada 24 Juni 2019.
Rating TAXI sebagai perusahaan juga dipangkas ke posisi idBB+ dengan
outlook negative. Manajemen TAXI belum bisa dimintai konfirmasinya hingga kemarin. Direktur Utama TAXI Benny Setiawan tidak menjawab panggilan telepon dan pesan singkat KONTAN. Analis Binaartha Parama Sekuritas Muhammad Nafan Aji menilai, menurunnya
rating emiten terbilang wajar dan sesuai kinerja perusahaan. Per kuartal III-2017, misalnya, TAXI mencatat penjualan Rp 231,62 miliar. Di sisi
bottom line, TAXI rugi bersih Rp 210,58 miliar. "Harga sahamnya juga tidur di level Rp 50 sejak 5 Desember 2017," ujar Nafan. TAXI dihadapkan pada tantangan berat. Persaingan bisnis transportasi di dalam negeri begitu ketat. Munculnya transportasi
online turut menggerus bisnis taksi konvensional. "DER-nya juga tinggi sekali, di 3,55 kali. Jadi masih perlu meningkatkan kewajiban mereka melunasi utangnya," tambah Nafan, yang menyarankan investor
wait and see untuk TAXI. Bukan cuma TAXI, menurut dia, rasio utang AISA juga tinggi. Secara historis, dalam tiga tahun terakhir, DER AISA per kuartal-III selalu berada di atas 1 kali. "Jadi memang ada peningkatan kewajiban yang harus mereka bayar," ujar Nafan. Penurunan
rating oleh Pefindo juga menjadi sinyal AISA harus meningkatkan kinerja. Selain itu, AISA harus memperbaiki citranya sebagai perusahaan yang memiliki tata kelola yang baik. "Penurunan
rating itu juga membuat kepercayaan investor berkurang," tambah Nafan.
Secara bisnis, permintaan barang konsumsi di Indonesia tergolong baik. Jadi, AISA bisa memanfaatkan momentum tersebut. Namun, sejauh ini Nafan menilai AISA masih minim sentimen yang menunjukkan kinerjanya akan membaik. Oleh karena itu, dia merekomendasikan netraluntuk AISA. Investor perlu
wait and see hingga ada sentimen positif bagi AISA. "Secara valuasi harga sahamnya lumayan terdiskon. Secara
daily harga saham sudah konsolidasi," ujar Nafan. Harga AISA kemarin stagnan di Rp 476 per saham. Tercatat
price earning ratio (PER) AISA sebesar 6,61 kali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini