JAKARTA. Harga kontrak minyak sawit boleh saja turun, tapi para analis belakangan malah kian menjagokan saham-saham sektor agro yang menggeluti produksi minyak sawit. Tentu saja, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), sebagai perusahaan perkebunan terbesar yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, tetap menjadi incaran utama.Beberapa analis dari sekuritas asing baru-baru ini malah merevisi target harga untuk saham AALI. Sebut saja, Liny Halim dari Macquire Securities. Seperti dikutip Bloomberg (20/4), ia mengubah target harganya dari Rp 13.000 per saham jadi Rp 17.500 per saham. Sebelumnya, masih menurut Bloomberg (18/4), Rachman Koeswanto dari Deutsche Bank Securities juga mematok target harga baru untuk saham AALI, yaitu di Rp 18.250 per saham.Namun, sementara ini, analis Mega Capital Indonesia Felix Sindhunata tetap yakin saham aali akan menuju Rp 16.550 per saham, target harga yang ia patok sejak Maret lalu. Jelas terlihat, target ketiga analis itu masih jauh dari harga saham aali sekarang Rp 14.100 per saham (20/4). Jika dihitung, potensi keuntungan yang mungkin diraup investor minimal 17,4% dan maksimal 29,4%. Nyam..., sedapnya! Ada beberapa alasan yang membuat para analis tetap mengidolakan saham AALI. Yang pasti, menurut mereka, prospek perusahaan perkebunan hingga beberapa tahun ke depan cukup bersinar cerah. Felix yakin, harga minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO) dan turunannya akan kembali berkibar kendati hampir sepekan kemarin sempat turun. "Semua trennya positif," imbuhnya.Pertama, pertambahan pasokan ternyata tidak sepesat peningkatan permintaannya. Maklum, untuk bisa memanen kelapa sawit, paling tidak perlu waktu lima tahun setelah penanaman bibit. Namun, hasil panen yang berkualitas tinggi baru bisa dipetik dari pohon berusia di atas delapan tahun. Padahal, permintaan meningkat cepat. Tak cuma dari pasar domestik, pasar ekspor pun demikian. Khususnya, dari India, yang kini merupakan konsumen minyak sawit kedua terbesar di dunia. Bahkan, demi mendapatkan cukup pasokan, Pemerintah India rela memangkas pajak bea masuk produk minyak sawit. Pajak impor CPO dipangkas dari 60% menjadi 50% dan pajak impor minyak sawit yang sudah dijernihkan dan diberi pewangi diciutkan dari 67,5% menjadi 57,5%.
Prospeknya Sejernih Kemilau Minyak Sawit
JAKARTA. Harga kontrak minyak sawit boleh saja turun, tapi para analis belakangan malah kian menjagokan saham-saham sektor agro yang menggeluti produksi minyak sawit. Tentu saja, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), sebagai perusahaan perkebunan terbesar yang tercatat di Bursa Efek Jakarta, tetap menjadi incaran utama.Beberapa analis dari sekuritas asing baru-baru ini malah merevisi target harga untuk saham AALI. Sebut saja, Liny Halim dari Macquire Securities. Seperti dikutip Bloomberg (20/4), ia mengubah target harganya dari Rp 13.000 per saham jadi Rp 17.500 per saham. Sebelumnya, masih menurut Bloomberg (18/4), Rachman Koeswanto dari Deutsche Bank Securities juga mematok target harga baru untuk saham AALI, yaitu di Rp 18.250 per saham.Namun, sementara ini, analis Mega Capital Indonesia Felix Sindhunata tetap yakin saham aali akan menuju Rp 16.550 per saham, target harga yang ia patok sejak Maret lalu. Jelas terlihat, target ketiga analis itu masih jauh dari harga saham aali sekarang Rp 14.100 per saham (20/4). Jika dihitung, potensi keuntungan yang mungkin diraup investor minimal 17,4% dan maksimal 29,4%. Nyam..., sedapnya! Ada beberapa alasan yang membuat para analis tetap mengidolakan saham AALI. Yang pasti, menurut mereka, prospek perusahaan perkebunan hingga beberapa tahun ke depan cukup bersinar cerah. Felix yakin, harga minyak sawit mentah atawa crude palm oil (CPO) dan turunannya akan kembali berkibar kendati hampir sepekan kemarin sempat turun. "Semua trennya positif," imbuhnya.Pertama, pertambahan pasokan ternyata tidak sepesat peningkatan permintaannya. Maklum, untuk bisa memanen kelapa sawit, paling tidak perlu waktu lima tahun setelah penanaman bibit. Namun, hasil panen yang berkualitas tinggi baru bisa dipetik dari pohon berusia di atas delapan tahun. Padahal, permintaan meningkat cepat. Tak cuma dari pasar domestik, pasar ekspor pun demikian. Khususnya, dari India, yang kini merupakan konsumen minyak sawit kedua terbesar di dunia. Bahkan, demi mendapatkan cukup pasokan, Pemerintah India rela memangkas pajak bea masuk produk minyak sawit. Pajak impor CPO dipangkas dari 60% menjadi 50% dan pajak impor minyak sawit yang sudah dijernihkan dan diberi pewangi diciutkan dari 67,5% menjadi 57,5%.