Prospektif, reksadana saham syariah punya kendala



JAKARTA. Produk reksadana saham syariah dinilai prospektif di pasar. Begitu juga pandangan Direktur Avrist Asset Management Hanif Mantiq. Menurutnya, tren positif pada kinerja produk-produk reksadana saham syariah disokong oleh membaiknya harga beberapa saham yang biasa dipilih sebagai portofolio.

Dia menyebut, tiga efek terbesar yang kemungkinan jadi penyokong pasar saham syariah, yakni PT Astra International Tbk (ASII), PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).

Nantinya, dia melihat tren positif kinerja reksadana saham syariah akan terus berlanjut. Asal, mengandalkan efek-efek di sektor telekomunikasi, konstruksi, konsumer, dan energi. Hanif pun menilai, sebenarnya tidak ada kendala yang berarti bagi manajer investasi dalam mengelola produk reksadana saham syariah karena dana kelolaan produk tersebut pada umumnya belum terlalu besar. Sehingga, faktor likuiditas bisa dikesampingkan.


“Kalau AUM (asset under management) membengkak, bisa saja likuiditas menjadi kendala,” cetusnya.

Di sisi lain, Hanif mengakui, terbatasnya pilihan efek bagi pasar reksadana saham syariah dibanding yang konvensional menjadi hambatan pertumbuhan produk reksadana saham syariah.

Apalagi, saham-saham yang menjadi portofolio andalan seperti perbankan dan rokok, tidak dapat masuk ke portofolio produk syariah. Namun, ia menawarkan sektor pertambangan, konstruksi, dan konsumer sebagai alternatif. “Meskipun tetap akan sulit mengejar kinerja sektor perbankan yang performanya sedang bagus-bagusnya,” ujar Hanif.

Kendala yang sama diungkapkan pula oleh Pelaksana Tugas CEO Sucor Asset Management Jemmy Paul Wawointana. Baginya, keterbatasan pilihan efek yang masuk ke dalam daftar ISSI tak dipungkiri menjadi tantangan bagi produk reksadana saham syariah.

Ia pun mengamati, mencuatnya kinerja produk reksadana saham syariah karena terdampak kenaikan rating dari Standard and Poor's (S&P). Dari sana, ada peluang penurunan cost of fund dan suku bunga yang menguntungkan perusahaan. Artinya, perusahaan bisa lebih ekspansif dan perputarannya cepat. “Kalau aktivitas perusahaannya bagus dan prospektif, harga sahamnya bisa naik, begitu juga pengaruhnya ke return reksadana saham syariah,” paparnya.

Hanif optimistis, ke depannya produk reksadana saham syariah tetap menarik sejalan dengan tren positif Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Dia menargetkan, IHSG akan mencapai 6.100 yang artinya ada potensi kenaikan return menyentuh angka 10%-12% hingga akhir tahun. Sementara, Hanif memprediksi IHSG bisa di level 6.000 dengan imbal hasil reksadana saham syariah sekitar 10%-11%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia