Protes PP Kesehatan, Pelaku Industri Hasil Tembakau Minta Tiga Hal Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mewakili 20 asosiasi industri hasil tembakau menolak sejumlah pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan pengamanan zat adiktif. 

Selain itu, pelaku industri hasil tembakau juga menolak aturan turunan dari PP Kesehatan. Yakni, rancangan peraturan menteri kesehatan (RPMK) tentang pengaman produk tembakau dan rokok elektronik. 

"Industri saat ini sedang sangat prihatin. Regulasi yang dibuat jangan sampai mematikan industri tembakau dan sektor-sektor terkait," kata Wakil Ketua Umum Apindo Franky Sibrani dalam konferensi pers di Kantor DPP Apindo, Rabu (11/9). 


Baca Juga: Industri Rokok Elektronik Kecam Pengaturan Kemasan Polos Tanpa Merek

Apindo menyoroti setidaknya ada tiga poin penting yang menjadi aspirasi pelaku industri hasil tembakau. 

Pertama, meminta pembatalan ketentuan mengenai standardisasi kemasan atau kemasan polos yang rencananya akan dimasukan dalam RPMK. 

Franky menilai, ketentuan ini tidak sejalan dan melampau mandat pengaturan standardisasi di PP Nomor 28 Tahun 2024 untuk produk tembakau dan rokok elektronik. 

"Kebijakan ini juga berpotensi mengurangi daya saing produk lokal dan justru membuka peluang bagi peningkatan rokok ilegal," ujar Franky. 

Kedua, penolakan terhadap pembatasan kadar tar dan nikotin dalam produk tembakau, yang dinilai tidak efektif dalam menurunkan konsumsi rokok, tetapi justru akan memukul industri secara signifikan. 

Menurut Franky, penetapan ambang batas yang terlalu rendah untuk tar dan nikotin akan berdampak negatif pada seluruh rantai pasok industri, mulai dari petani tembakau hingga pabrik rokok. 

Hal ini juga berisiko meningkatkan impor tembakau dan merugikan produksi dalam negeri, sekaligus memicu munculnya produk ilegal dengan kadar yang tidak terkontrol. 

Ketiga, penolakan terhadap larangan zonasi penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter serta larangan iklan luar ruang dalam radius 500 meter dari fasilitas pendidikan dan tempat ibadah untuk pelaku usaha yang sudah beroperasi saat ini. 

Baca Juga: Polemik PP 28 Tahun 2024, Siapa yang Terdampak?

Franki menegaskan pembatasan usia pembelian yang ketat sudah diberlakukan. Menurutnya adanya kebijakan zonasi ini akan menambah beban pelaku usaha yang sudah ada tanpa memberikan dampak nyata terhadap pengendalian konsumsi. 

"Melarangnya secara total tanpa mempertimbangkan konteks hanya akan mengurangi visibilitas dan keuntungan industri legal, sementara rokok ilegal akan mendapatkan pangsa pasar lebih besar," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat