JAKARTA. Kredit perbankan masih melaju di tengah gejolak ekonomi selama paruh pertama tahun ini. Namun, bank harus mewaspadai risiko kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), misalnya, mencatatkan pertumbuhan kredit, masing-masing 27% per akhir Juni 2013. Adapun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing 24% dan 19%. Direktur Utama BTN Maryono menjelaskan, penyaluran kredit bank yang dipimpinnya selama semester pertama 2013 mencapai Rp 91,40 triliun. Dari jumlah itu, sebesar 86% mengalir ke kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA). Sementara 13% menyasar kredit komersial, kredit tanpa agunan dan usaha kecil dan menengah (UKM).
Dari penyaluran kredit tersebut, BTN mencatatkan pendapatan bunga Rp 5,18 triliun, atau tumbuh 19,08% dari posisi setahun sebelumnya yang senilai Rp 4,35 triliun. Sedangkan margin bunga bersih bank pelat merah ini tumbuh 15,42% menjadi Rp 2,62 triliun dari setahun lalu Rp 2,27 triliun. Namun kucuran kredit dan pendapatan bunga yang tumbuh dua digit tersebut tidak mampu mendongkrak pertumbuhan laba bersih BTN. Pasalnya, NPL bersih bank ini meningkat menjadi 3,6% dari posisi setahun lalu 2,42%. NPL didominasi oleh sektor KPR subsidi, kredit komersial dan kredit usaha rakyat (KUR). "Karena kenaikan NPL itu menyebabkan laba bersih kami hanya tumbuh 2,20% menjadi Rp 673 miliar dibandingkan posisi setahun sebelumnya Rp 659 miliar," kata Maryono, Selasa (23/7) lalu. Direktur Keuangan BTN, Saut Pardede menyampaikan, posisi NPL yang tinggi itu mendorong bank membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) sebesar Rp 151 miliar. Melambatnya pertumbuhan laba juga karena kerugian dari penempatan investasi di Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 95 miliar. Jika kedua hal itu tidak terjadi, maka laba BTN akan tumbuh 18%. "Margin bunga bersih (net interest margin) juga tergerus menjadi 5,25% dari posisi sebelumnya 6%. Kami akan menjaga level NIM pada 5%," tandas Saut.