Proyek Cilamaya batal, biaya logistik tetap tinggi



JAKARTA. Teka teki kelanjutan proyek pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, akhirnya terjawab. Wakil Presiden Jusuf Kalla membatalkan pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Sebagai ganti, pemerintah menggeser lokasi proyek itu ke arah timur, yaitu ke Subang atau Indramayu.

Keputusan itu diambil Kalla saat memimpin rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Perekonomian, Sofjan Djalil, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Adrinof Chaniago, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo, Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto, SKK Migas, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, di Kantor Kepala Desa Tanjung Raya, Karawang, Kamis (2/4). Kalla sempat melihat lokasi proyek Cilamaya dari helikopter.

Banyaknya anjungan minyak Pertamina di lokasi proyek itu jadi alasan pembatalan mega proyek Cilamaya. "Ada sekitar 80 sumur migas, jika kesenggol kapal, bahaya," kata Indroyono, Kamis (2/4).


Pemerintah akan memindahkan lokasi proyek ke arah timur. Lokasinya antara Subang dan Indramayu seluas 10 kilometer per segi. Lokasi pastinya menunggu kajian proyek baru. Sebelumnya kajian proyek Cilamaya dilakukan oleh JICA asal Jepang.

Keputusan ini disambut positif Pertamina. "Perlu lokasi yang bebas bagi operator migas agar tetap aman," kata Wianda Arindita Pusponegoro, VP Corporate Communication Pertamina.

Namun, pembatalan ini memantik pro kontra dunia usaha. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Hariyadi Sukamdani menilai, pembatalan Cilamaya akan melanggengkan tingginya biaya logistik.

Ketergantungan terhadap Pelabuhan Tanjung Priok tetap tinggi. "Biaya di pelabuhan dan dwelling time masih jadi masalah," katanya.

Ade Sudrajad, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia justru mengendus, pembatalan proyek senilai dilatari persaingan bisnis jasa pelabuhan.

Menurut Ade, keberadaan Cilamaya bisa mengganggu bisnis PT Pelindo II. “Dengan ada Cilamaya, Pelindo II memiliki kompetitor kuat. Pelabuhan Cilamaya tentu untuk swasta. Ini jadi alternatif terbaik daripada menggunakan jasa Pelindo,” tegas Ade.

Catatan lain, proyek senilai Rp 34,5 triliun diputuskan lewat Keputusan Presiden No 32/2011. Jadi janggal jika dibatalkan wakil presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan