Proyek energi terbarukan perlu jadi prioritas dalam paket stimulus pasca Covid-19



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi corona (Covid-19) yang mewabah dalam skala global telah memberikan dampak yang signifikan terhadap berbagai sektor, termasuk untuk pemanfaatan energi. Sebagai contoh, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun lockdown di sejumlah negara telah secara signifikan mengurangi permintaan atau konsumsi listrik.

Direktur Aneka Energi Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Harris mengungkapkan pada kuartal I 2020, permintaan listrik global turun 2,5% dibanding periode sama tahun lalu. Dengan rata-rata penurunan permintaan hingga 20% pada kondisi lockdown total.

"Penurunan permintaan listrik secara global ini, diproyeksikan sebesar 5%-10% selama tahun 2020," kata Harris melalui keterangan tertulis yang dilansir situr resmi Ditjen EBTKE, beberapa hari lalu.

Baca Juga: PLN dan SMI teken MoU pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) berbasis SDG

Lebih lanjut, Harris menyatakan bahwa kebijakan lockdown atau PSBB yang diterapkan pada beberapa negara mempengaruhi pelaksanaan proyek EBT. Hal itu dikarenakan adanya gangguan rantai pasokan, tidak tersedianya tenaga kerja dan masalah dalam pembiayaan proyek.

Berdasarkan analisis Wood Mackenzie, instalasi storage & PLTS global 2020 diperkirakan akan turun hampir 20% dibandingkan pra Covid-19. Sementara instalasi tenaga angin (wind) diperkirakan turun sebesar 4,9 gigawatt (GW) (turun 6%), penurunan instalasi EBT & langkah-langkah Efisiensi Energi menyebabkan 106.000 pekerjaan hilang pada bulan Maret saja di Amerika Serikat. Juga 51.000 pekerjaan pengeboran dan pemurnian yang hilang selama periode waktu yang sama.

"Analisis menunjukkan bahwa 15% dari total tenaga kerja energi bersih bisa hilang selama beberapa bulan mendatang-lebih dari setengah juta pekerjaan," kata Harris.

Sedangkan untuk tren listrik nasional selama pandemi ini, kondisi sistem Jawa-Bali , Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi mengalami penurunan permintaan. Penurunan tertinggi terjadi pada sistem Jawa Bali yaitu sebesar minus 9,55%. Berdasarkan data tiga minggu terakhir, segmen bisnis dan industri mengalami penurunan signifikan, sedangkan segmen rumah tangga tidak mengalami penurunan.

"Dengan kondisi saat ini, kita melihat perlu adanya prioritas untuk EBT dan konservasi energi dalam rangka menghadapi pasca Covid-19, yaitu perlu adanya stimulus,” tutur Harris.

Menurutnya, keputusan yang dibuat para pemimpin dunia saat ini akan berpengaruh jangka panjang setelah krisis Covid-19 surut. Harris menilai, ada dua pilihan, dalam kebijakan pengembangan energi.

"Yaitu membuka kembali ekonomi yang di-drive oleh sumber bahan bakar yang gagal di masa lalu, atau memulai jalan menuju masa depan yang bersih, termasuk efisiensi energi. Pemerintah dan investor harus menyikapi bahwa Covid-19 bukan sebagai sinyal untuk memperlambat, tetapi untuk mempercepat EBT,” tegasnya.

Baca Juga: Terima suntikan PMN sebesar Rp 5 triliun, PLN: Untuk penugasan melistriki 433 desa

Editor: Khomarul Hidayat