JAKARTA. Target PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk menghasilkan proyek panas bumi sebesar 1.342 MW senilai US$4 miliar pada 2014 dipastikan meleset lantaran Undang-undang No 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Presiden Direktur PT PGE Abadi Poernomo mengutarakan, target itu diproyeksikan bergeser. "Bergeser menjadi 2017-2018," ujar dia, di sela rapat dengar pendapat (RDP) PT PGE, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konversi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (19/5). Abadi memperkirakan, pada tahun 2017 PGE baru bisa memproduksi 1.267 MW dan pada 2018 sebesar 1.412 MW. Artinya, target 1.342 MW akan dapat terealisasi pada rentang dua tahun itu. Perusahaan ini sebenarnya telah berinvestasi US$500 juta untuk eksplorasi. Bahkan, untuk pengembangan kawasan panas bumi Lahendong, telah menambah alokasi modal hingga US$700 juta. Investasi itu dihitung berdasarkan alokasi biaya produksi untuk setiap 1 MW membutuhkan sekitar US$1 juta. Melesetnya target tersebut akibat diklasifikasikannya kegiatan ekstraksi panas bumi sebagai aktivitas pertambangan pada Undang-undang No 27 tahun 2003. Lantaran klasifikasi itu maka materi undang-undang itu bertolak belakang dengan berbagai regulasi penggunaan lahan hutan. Akibatnya, usaha panas bumi sangat sulit untuk mendapatkan perizinan dari Kementerian Kehutanan. Padahal, hampir 60% wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi berada di hutan konversi, suaka alam, hutan pelestarian alam, taman buru, hutan lindung, taman nasional, dan hutan produksi yang hanya boleh digunakan untuk kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Selain proyek bernilai US$4 miliar itu, beberapa proyek PT PGE lain juga terhadang undang-undang itu. Antara lain, proyek di Lamojang, Ulubulu, Iyang Argopuro, Lumut Bale, Karaha, dan Kotamogabo. "Hampir semua proyek kita jadi bermasalah. Revisi ini akan memudahkan comply ke aturan mana-mana," kata dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Proyek geothermal Pertamina senilai US$ 4 miliar meleset dari target
JAKARTA. Target PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk menghasilkan proyek panas bumi sebesar 1.342 MW senilai US$4 miliar pada 2014 dipastikan meleset lantaran Undang-undang No 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Presiden Direktur PT PGE Abadi Poernomo mengutarakan, target itu diproyeksikan bergeser. "Bergeser menjadi 2017-2018," ujar dia, di sela rapat dengar pendapat (RDP) PT PGE, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan Ditjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konversi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (19/5). Abadi memperkirakan, pada tahun 2017 PGE baru bisa memproduksi 1.267 MW dan pada 2018 sebesar 1.412 MW. Artinya, target 1.342 MW akan dapat terealisasi pada rentang dua tahun itu. Perusahaan ini sebenarnya telah berinvestasi US$500 juta untuk eksplorasi. Bahkan, untuk pengembangan kawasan panas bumi Lahendong, telah menambah alokasi modal hingga US$700 juta. Investasi itu dihitung berdasarkan alokasi biaya produksi untuk setiap 1 MW membutuhkan sekitar US$1 juta. Melesetnya target tersebut akibat diklasifikasikannya kegiatan ekstraksi panas bumi sebagai aktivitas pertambangan pada Undang-undang No 27 tahun 2003. Lantaran klasifikasi itu maka materi undang-undang itu bertolak belakang dengan berbagai regulasi penggunaan lahan hutan. Akibatnya, usaha panas bumi sangat sulit untuk mendapatkan perizinan dari Kementerian Kehutanan. Padahal, hampir 60% wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi berada di hutan konversi, suaka alam, hutan pelestarian alam, taman buru, hutan lindung, taman nasional, dan hutan produksi yang hanya boleh digunakan untuk kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian. Selain proyek bernilai US$4 miliar itu, beberapa proyek PT PGE lain juga terhadang undang-undang itu. Antara lain, proyek di Lamojang, Ulubulu, Iyang Argopuro, Lumut Bale, Karaha, dan Kotamogabo. "Hampir semua proyek kita jadi bermasalah. Revisi ini akan memudahkan comply ke aturan mana-mana," kata dia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News