KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) tetap melanjutkan proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban bersama dengan partnernya dari Rusia yakni Rosneft. Saat ini pihaknya meminta dukungan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tuban untuk meningkatkan keekonomian proyek. Sebelumnya dikabarkan, proyek ini sempat mengalami hambatan karena macetnya pendanaan akibat efek sanksi Uni Eropa dan Pemerintah Inggris kepada pengembangan bisnis migas yang dijalankan perusahaan Rusia. Di dalam proyek GRR Tuban, PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) memiliki kepemilikan saham 55% dan Rosneft memiliki kepemilikan saham 45%.
Chief Executive Officer (CEO) Subholding Refinery & Petrochemical Pertamina, Taufik Aditiyawarman menjelaskan saat ini sudah ada perkembangan di proyek GRR Tuban. Pihaknya sedang melaksanakan pekerjaan paralel penyiapan 8 paket EPC utama, yakni konsep EPC Financing kemudian persetujuan penasihat keuangan oleh pemegang saham termasuk juga Rosneft, selaku partner.
Baca Juga: Begini Perkembangan Terkini Proyek Kilang Pertamina Kemudian pihaknya melakukan persiapan dokumen Final Investment Decission (FID) internal untuk persetujuan investasi dan mengajukan permintaan dukungan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tuban untuk peningkatan keekonomian proyek. Taufik menyatakan, usulan ini ditargetkan mendapat persetujuan di kuartal I 2024. “Diharapkan Maret 2024 FID bisa kita dapatkan. Harapannya dengan tentunya dukungan yang pertama adalah infrastruktur dan akses lahan kilang sesuai dengan JV Pertamina dan Rosenft,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (21/11). Taufik mengemukakan, Pertamina dan Rosneft sebelumnya telah menyepakati pembangunan ruas jalan tol Tuban dan rel kereta api dari Babat Tuban. Kemudian pelebaran jalan dan penguatan jembatan eksisting di ruas Gresik untuk menunjang kegiatan pada saat konstruksi. Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyampaikan proyek GRR Tuban sempat terkendala, padahal pemerintah meminta agar proyek tersebut bisa segera berjalan. “Persoalan ini karena efek dari sanksi (Uni Eropa ke proyek Rusia). Pertamina terkendala dengan efek sanksi itu jadi tidak mudah memproses pendanaan. Ini yang menjadi kendala,” ujarnya ditemui di Jakarta, Rabu (25/10). Hingga saat ini, pembangunan GRR Tuban masih dalam tahap persiapan yakni memproses final investment decision (FID). Tutuka menyatakan, kesiapan pendanaan di tahap ini sangat krusial demi memastikan jalannya proyek. “Kalau ini masih persiapan, masalahnya harus ada dana dulu untuk setelah persiapan selesai. Jadi kalau dana belum ada, masalah itu bisa berakibat (pada jalannya proyek),” ungkapnya. Kementerian ESDM belum bisa memberikan arahan kepada Pertamina terkait masalah ini. Pihaknya meminta agar perusahaan migas pelat merah itu berkomunikasi dengan partnernya untuk mencari solusi yang terbaik.
Baca Juga: Ini Beberapa Hasil Pertemuan Bilateral Antara Jokowi dan Biden di Gedung Putih AS “Kalau pemerintah tidak bisa langsung mencari solusi untuk cari partner baru. Tetapi kalau Pertamina sendiri yang menjalankannya akan berat karena besar sekali proyeknya. Tetapi kami meminta Rosneft untuk cepat kepastiannya untuk diselesaikan,” tegasnya.
Pasalnya, Tutuka mengemukakan, saat ini sudah ada sejumlah negara yang tertarik untuk bergabung dengan Pertamina di proyek GRR Tuban. Lantaran posisi proyek masih bersifat business to business (B2B) antara Pertamina dengan Rosneft, negara lain masih menunggu hingga persoalan ini selesai dahulu. “(Negara lain sudah tertarik masuk) karena besar sekali proyeknya. Namun di sisi lain, tentu perusahaan lain akan menghitung lebih cermat karena untungnya tidak sebesar seperti proyek hulu migas, jadi mereka hati-hati,” imbuhnya. Tutuka menyatakan, pihaknya masih menunggu proses yang sedang berjalan saat ini sembari membantu memfasilitasi kedua peruahaan mencapai kesepakatan terbaik. Dalam waktu dekat, Kementerian ESDM akan bertemu dengan beberapa instansi terkait. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi