KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah memasukkan keberlanjutan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Artinya, APBN presiden terpilih Prabowo Subianto pada tahun depan tidak hanya mengakomodir program-program yang menjadi janji politiknya. Namun juga dituntut mengakomodasi warisan proyek Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti IKN dan proyek strategis nasional (PNS) yang saat ini belum selesai. Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan APBN pada tahun depan akan cukup berat lantaran harus mengakomodasi warisan proyek Jokowi dan juga janji kampanye Prabowo-Gibran.
Belum lagi, APBN era Prabowo-Gibran juga menghadapi beban bunga utang sangat berat yang merupakan warisan dari Jokowi. Pada 2025, beban utang pemerintah diperkirakan mencapai kisaran Rp 1.300 triliun, yakni sebesar Rp 800 triliun pembayaran utang jatuh tempo dan sekitar Rp 500 triliun untuk pembayaran bunga utang. "Beban cicilan pokok dan bunga utang ini setara dengan setengah penerimaan perpajakan," ujar Yusuf kepada Kontan.co.id, Selasa (25/6).
Baca Juga: Menteri Basuki Targetkan Pembangunan Memorial Park IKN Rampung 16 Agustus 2024 Menurutnya, Prabowo juga akan menghadapi situasi yang semakin sulit karena janji politik yang harus dipenuhinya tidak hanya makan siang bergizi saja melainkan juga kenaikan gaji ASN, membuka sekolah unggilan termasuk menambah fakultas kedokteran hingga 300, hingga pembentukan badan penerimaan negara (BPN). "Skenario ideal adalah jika APBN memiliki tambahan ruang fiskal yang signifikan untuk membiayai janji politik Presiden Prabowo, melanjutkan proyek warisan Jokowi dan sekaligus memenuhi pembayaran beban utang pemerintah," katanya. Dengan kondisi tersebut, Yusuf berharap, Prabowo tidak secara gegabah menambah utang dan juga menjaga disiplin fiskal secara ketat. Hal ini dikarenakan banyaknya program-program yang harus dijalankan di APBN, termasuk keberlanjutan IKN bisa berimplikasi kepada kenaikan utang pemerintah dan defisit anggaran atau pemotongan anggaran belanja tidak terikat (discretionary spending) seperti belanja infrastruktur atau belanja bantuan sosial (bansos). "Ketika pasar melihat sikap presiden Prabowo yang cenderung permisif dengan utang, bahkan sempat beredar kabar liar berniat akan menaikkan rasio utang pemerintah yang kini di kisaran 38% PDB menjadi kisaran 50% PDB," kata Yusuf. Untuk diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali mengalami peningkatan per akhir April 2024. Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), utang pemerintah hingga 30 April 2024 tercatat Rp 8.338,43 triliun.
Baca Juga: Keberlanjutan Proyek IKN Masuk dalam APBN Prabowo-Gibran Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp 76,33 triliun atau meningkat sekitar 0,92% dibandingkan posisi utang pada akhir Maret 2024 yang sebesar Rp 8.262,1 triliun. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,64%. Namun ini menurun dari rasio utang terhadap PDB bulan sebelumnya yang mencapai 38,79%. Kemenkeu menyatakan, rasio utang yang tercatat per akhir April 2024 ini masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat