Proyek infrastruktur jalan, pesanan baja mengalir



JAKARTA. Mendekati akhir tahun, produsen baja dalam negeri mulai bisa tersenyum. Rupanya sebagian dari produsen baja telah menikmati pesanan baja untuk kebutuhan proyek pembangunan infrastruktur milik pemerintah.

Salah satu industri baja yang mendapatkan pesanan baja itu adalah perusahaan pelat baja PT Gunung Raja Paksi. "Permintaan baja sudah mulai naik bertahap," kata Djamaluddin Tanoto, Presiden Direktur PT Gunung Raja Paksi kepada KONTAN, Jumat (25/9).

Seiring kenaikan pesanan, utilisasi pabrik baja Gunung Raja Paksi juga meningkat. Namun, Djamluddin tak mau membeberkan berapa persen utilitas produksi baja mereka saat ini ketimbang sebelumnya. Untuk diketahui, Gunung Raja Paksi memiliki kapasitas produksi 600.000 ton pelat baja per tahun.


I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronik Kementerian Perindustrian menambahkan, kenaikkan permintaan baja tak hanya dinikmati Gunung Raja Paksi, tetapi juga produsen baja dalam negeri lainnya. Ia bilang, pemerintah sudah membuat instruksi untuk menggunakan produk baja dalam negeri. "Untuk proyek infrastruktur wajib pakai baja dalam negeri, seperti untuk menara listrik dan jembatan," kata Putu.

Putu berharap, permintaan baja tahun ini bisa menyamai permintaan baja tahun lalu di kisaran 12 juta ton - 13 juta ton. "Kalau bisa menyamai permintaan tahun lalu saja sudah baik," terang Putu.

Perlu diketahui, bergulirnya proyek infrastruktur di dalam negeri menjadi penolong bagi industri baja dalam negeri yang belakangan ini sepi pembeli. Kondisi sepi pembeli ini tak hanya dirasakan oleh Indonesia, tetapi juga negara lain. "Saya baru dari Eropa dan Arab, pebisnis baja di sana juga lagi kesulitan," kata Djamaluddin.

Harga baja naik

Kenaikan pesanan baja menjelang akhir tahun ini seiring dengan pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Adapun dampak pelemahan rupiah adalah naiknya biaya produksi. "Kami tentu menyesuaikan harga (naik)," kata Djamaluddin.

Seperti diketahui, bahan baku baja hulu sampai hilir masih mengandalkan impor. Ambil contoh, bahan baku bijih besi masih di impor dari Rusia, Australia, Brazil ataupun dari negara lain.

Selain masalah impor bahan baku, pelemahan rupiah juga mempersulit industri baja membeli bahan bakar gas untuk kebutuhan produksi. Maklum, harga gas di Tanah Air masih dibanderol dengan mata uang dollar AS. Alhasil, biaya produksi baja di Indonesia akan naik seiring dengan kenaikan mata uang AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri