Agenda pembangunan proyek infrastruktur menjadi sorotan Partai Gerindra saat mengevaluasi tiga tahun usia pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Partai politik yang memposisikan dirinya sebagai oposan itu, menyebut proyek infrastruktur sebagai kambing hitam dari postur anggaran negara yang kian tidak sehat. Negara bakal terus terbeban dengan bunga utang ya Sebagai partai oposisi pemerintah, Partai Gerindra langsung menyoroti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mulai tidak sehat karena meningkatnya utang. Anggota DPR Komisi XI Heri Gunawan menyebutkan postur anggaran negara terlalu mengandalkan utang. Semuanya, menurut Heri, hanya untuk menjalankan proyek infrastruktur yang tidak terlalu berefek besar ke masyarakat. Ia menyarankan program pemerintah ada baiknya untuk menopang jurang kemiskinan yang semakin besar. Wartawan KONTAN Lamgiat Siringoringo mewawancarai Heri pada Rabu (11/10) kemarin. Berikut nukilannya: KONTAN: Bagaimana Anda menilai pemerintahan Jokowi–JK selama tiga tahun terakhir. Terutama dari sisi program infrastruktur? HERI: Saya sebenarnya tidak melihat urgensi dari proyek-proyek infrastruktur yang dijalankan oleh pemerintahan saat ini. Banyak proyek yang tidak langsung dirasakan masyarakat. Kalau mau bicara sektor riil, pemerintah harus bicara sektor lapangan usaha pertanian-kehutanan-perikanan. Dari tahun ke tahun, produktivitas sektor tersebut masih terbilang sangat kecil. Padahal, lebih dari 30% angkatan kerja kita berada di tiga sektor tersebut. Di tahun 2018, sektor itu diproyeksi paling tinggi hanya 4%. Artinya, tetap yang terkecil dari semua sektor. Kalau ingin sektor tersebut efisien dan produktif, maka perlu ada peningkatan lewat program modernisasi dan penerapan teknologi tepat guna serta investasi yang tepat. KONTAN: Padahal, pembangunan proyek infrastruktur sudah menjadi program andalan dari Jokowi? HERI: Ada beberapa proyek infrastruktur yang memang tidak langsung berdampak ke masyarakat. Misalnya bandara di beberapa daerah yang sebenarnya sudah ada yang lama. Begitu juga dengan jalan tol Sumatra yang tidak berdampak langsung ke masyarakat. Padahal kalau bicara data kesenjangan semakin jelas. Bahwa angka kemiskinan bertambah 6.900 jiwa dan angka ketimpangan masih ada di angka kuning yaitu 0,39 yang berarti bahwa ada 1% orang yang menguasai 39% pendapatan nasional. Artinya, yang kaya tetap makin kaya. Yang miskin tetap makin miskin. Dan ini sumbernya pada sistem ekonomi yang tidak sesuai dengan semangat konstitusi. KONTAN: Anggaran yang dialokasi untuk infrastruktur besar. Apakah APBN kita memang sudah tidak sehat? HERI: Kalau dari sisi APBN, saya melihat kian besarnya utang pemerintah tak bisa dilepaskan dari postur APBN yang terus mengalami defisit. Pada Tahun 2014, defisit APBN sebesar 2,25%, tahun 2015 sebesar 2,59%, tahun 2016 sebesar 2,49%, tahun 2017 direncanakan sebesar 2,93%, dan dalam RAPBN 2018 dipatok sebesar 2,19% atau sebesar Rp 326 triliun. Angka defisit ini seringkali melenceng dari target sebagaimana yang terjadi pada APBN-P TA 2016 yang lalu. Defisit yang terus membesar itulah yang berakibat pada jumlah utang yang terus membesar sehingga akan menyulitkan terwujudnya keseimbangan primer yang positif. Dan kalau terus-menerus begitu, maka postur APBN akan tetap tidak sehat dan tidak kredibel. Itu berarti pemerintah terus bergantung pada utang. KONTAN: Tetapi DPR juga menyetujui APBN? HERI: Saya dan anggota DPR sangat memahami soal pengelolaan belanja negara yang diarahkan pada penguatan infrastruktur. Namun, hal tersebut tetap harus dilakukan dengan menjaga besaran defisit di bawah ketentuan, ya 3%. Yang musti diperhatikan sungguh-sungguh adalah dalam lima tahun terakhir, realisasi defisit anggaran ternyata cenderung meningkat. Makanya pemerintah harus dengan tegas menetapkan kriteria atau prasyarat suatu program dan proyek yang boleh dibiayai dengan utang. Hal tersebut sangat dibutuhkan, sehingga pemerintah juga mampu mengembalikan beban bunga dan cicilan utang, di samping untuk menjamin produktivitas dan memiliki
multiplier effect yang signifikan termasuk proyek infrastruktur. KONTAN: Pemerintah Jokowi terlihat royal dalam mengalokasi bantuan sosial di APBN 2018? HERI: Dalam menyusun APBN kita harus tetap fokus dan konsisten melaksanakan APBN 2018 sebagai tugas konstitusionalnya untuk mencapai target pembangunan.
Jangan sampai seluruh program yang ada disulap menjadi sarana kampanye pencitraan. Untuk diketahui, belanja dalam RAPBN 2018 dipatok sebesar Rp 2.109 triliun. Naik 5% dari tahun sebelumnya. Kenaikan belanja paling besar ada di belanja pusat sebesar Rp 1.443 triliun. Ada beberapa item belanja yang harus diwaspadai disetir untuk tujuan politik antara lain: anggaran perlindungan sosial tersebut terdiri dari subsidi di luar subsidi pajak senilai Rp 161,6 triliun; Program Keluarga Harapan (PKH) yang naik dari Rp 9,98 triliun menjadi Rp 17,3 triliun di 2018; serta Program Indonesia Pintar yang juga naik dari Rp 9,5 triliun menjadi Rp 10,8 triliun, atau Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin dan penerima bantuan iuran (PBI) ditetapkan sebesar Rp 25,5 triliun. Lalu, bantuan pangan Rp 13,5 triliun dan dana desa Rp 60 triliun. Pengawasan APBN 2018 dijalankan hingga 2019 penting untuk dijalankan oleh masyarakat.
* Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN edisi 16 Oktober 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Proyek Infrastruktur Tak Dirasakan Rakyat" Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Mesti Sinaga