KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika kini justru menimbulkan masalah bagi pengelolanya, yakni Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Bukan tidak mungkin hal ini berdampak pada sejumlah BUMN Karya yang terlibat sebagai kontraktor proyek ambisius tersebut. Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney Dony Oskaria mengatakan, ITDC selaku anak usaha InJourny kini terlilit utang imbas proyek KEK Mandalika. Padahal, melalui proyek tersebut, Indonesia berupaya mendorong sportourism berkat penyelenggaraan ajang balap motor internasional seperti World Superbike (WSBK) dan MotoGP. Sayangnya, ITDC harus menanggung utang sebesar Rp 4,6 triliun dari proyek KEK Mandalika. Utang ini terbagi atas utang jangka pendek sebesar Rp 1,2 triliun dan utang jangka panjang sebesar Rp 3,4 triliun.
“Terus terang, perusahaan tidak bisa menyelesaikan utang jangka pendek yang mana di dalamnya digunakan untuk pembangunan grandstand, VIP village, dan modal kerja penyelenggaraan event,” ungkap Dony saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komis VI DPR RI yang dikutip dari Youtube DPR RI, Rabu (14/6).
Baca Juga: Low Season, Tingkat Okupansi Kawasan The Nusa Dua Februari 2023 Tetap Dekati 60% Ajang motorsport seperti WSBK dan MotoGP pun ternyata belum memberi dampak signifikan bagi kinerja keuangan ITDC. Dony mengaku, ITDC menderita kerugian sekitar Rp 100 miliar akibat ajang WSBK dan sekitar Rp 50 miliar dari ajang MotoGP. Maka dari itu, lanjut Dony, pihaknya berencana melakukan renegosiasi untuk menghapus WSBK dari Mandalika demi menekan kerugian dan beban pengeluaran. Dengan kata lain, ada kemungkinan Indonesia tidak lagi menjadi tuan rumah WSBK di masa depan. Sedangkan untuk MotoGP, InJourney akan berusaha mencari sponsor tambahan supaya kerugian dari ajang tersebut bisa tertutupi. InJourney pun mengusulkan adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1,193 triliun pada 2023. Dari jumlah tersebut, Rp 1,05 triliun di antaranya dialokasikan untuk pengembangan KEK Mandalika, sementara sisanya Rp 143 miliar untuk pengembangan KEK Sanur. Khusus untuk KEK Mandalika, PMN tersebut akan digunakan pekerjaan pembangunan grandstand, VIP hospitality village, dan beautifikasi pit building dan fasilitas area paddock. PMN ini juga dipakai untuk pekerjaan upgrading/resurfacing sirkuit, pemasangan instalasi MEP pit building, hingga pembangunan fasilitas infrastruktur pendukung. Adanya kerugian dan utang dari proyek KEK Mandalika bisa menjadi alarm bagi BUMN lain yang terlibat dalam proyek tersebut. Dalam catatan Kontan, terdapat PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT PP (Persero) Tbk (PTPP) yang berperan sebagai kontraktor di kawasan Mandalika, terutama yang berhubungan dengan pembangunan sirkuit dan fasilitas pendukungnya. WIKA bersama PT Bunga Raya Lestari pernah terlibat kerja sama operasi (KSO) untuk pembangunan infrastruktur dasar sirkuit Mandalika. Kala itu, proyek tersebut didanai pembangunannya oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pada Oktober 2021, proyek infrastruktur dasar Mandalika diserahterimakan kepada ITDC dengan nilai Rp 385 miliar. Selain itu, WIKA melalui anak usahanya PT Wijaya Karya Bangunan Gedung Tbk (WEGE) juga pernah menggarap 5 proyek di Mandalika. Dikutip dari berita sebelumnya, salah satu proyek yang dikerjakan WEGE adalah pembangunan pit building dengan nilai kontrak Rp 195,41 miliar. WEGE juga mengerjakan proyek Hotel Pullman Mandalika dengan nilai kontrak Rp 646,44 miliar. Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya tidak menjawab pertanyaan KONTAN perihal dampak masalah proyek Mandalika terhadap kelangsungan bisnis dan kinerja keuangan WIKA.
Baca Juga: Tingkatkan Pemberdayaan, ITDC Teken Kesepakatan Bersama Pemkab Lombok Tengah Sementara itu, PTPP pernah terlibat dalam pengerjaan sirkuit Mandalika. Kala itu, PTPP dipercaya untuk membangun tribun Grandstand dan Observation Deck di Bukit 360 yang ditujukan untuk tamu VIP. Di samping itu, PTPP juga menggarap beberapa proyek fasilitas di KEK Mandalika. Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan, pada dasarnya ITDC sebagai pengembang KEK Mandalika tidak bisa menanggung sendirian beban pembangunan proyek tersebut. Apa yang dialami ITDC jelas menambah daftar BUMN yang terlilit utang akibat proyek strategis yang digarapnya.
Ketergantungan BUMN pada instrument utang tentu patut diwaspadai, apalagi jika tingkat rasio utang mereka sudah terlalu tinggi. “Di sini, kewajiban untuk membayar bunga dan pokok pinjaman akan memberatkan bagi BUMN yang bersangkutan,” ujar dia kepada KONTAN, Kamis (15/6). Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan BUMN patut mencari alternatif sumber pendanaan untuk memperbaiki struktur utang yang kian membengkak. Misalnya, dengan memperbesar ekuitas melalui langkah Initial Public Offering (IPO) atau mengundang investor strategis dari pihak swasta atau asing yang kredibel untuk bersama-sama menggarap proyek. BUMN-BUMN yang terlilit utang akibat proyek juga tidak bisa terus-terusan mengandalkan PMN. Sebab, alokasi PMN cepat atau lambat akan makin terbatas dan memberatkan APBN. “Jadi, diversifikasi pembiayaan harus menjadi prioritas untuk dikerjakan oleh BUMN,” tandas Toto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .