KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya agaknya masih berjalan lama. Sebab, saat ini Jepang masih belum menyelesaikan
fisibility study (FS) dari proyek tersebut. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, Jepang sebagai rekanan Indonesia dalam proyek ini memang menyiapkan fs ini panjang dan detail. "Jadi Jepang sudah memberikan indikasi bahwa dia akan membuat suatu FS yang lebih jelas," ujarnya usai sidang kabinet di Kantor Presiden, Rabu (6/3).
Bahkan Menhub bilang, paling tidak, Jepang meminta waktu untuk menyelesaikan FS satu tahun. "Karena butuh mendetail, dia ,(Jepang) minta waktu satu tahun untuk penyelesaian FS baru bisa bicara tender dan sebagainya," tambah Budi. "Jepang cukup konservatif untuk melakukan FS detail. Selama ini yang dikerjakan hanya pra FS," terang dia. Hal serupa juga sempat diutarakan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang berterus terang, proyek ini merupakan keputusan yang sulit bagi pemerintah. "Terus terang ini merupakan keputusan yang super sulit karena kita pakai standar atau yang lain, masing-masing punya plus minusnya," ujar dia. Maka itu, ia menargetkan untuk mempresentasikan awal ke presiden soal proyek ini bisa dilakukan paling tidak usai pilpres. Tapi di sisi lain, Menhub bilang, dalam menyusun FS ini Jepang sudah menyetujui untuk menggunakan komponen dalam negeri (TKDN) lebih besar. Salah satunya dengan menyertakan INKA. Sehingga menurut Budi, hal tersebut bisa menekan biaya proyek. "Permintaan kita yang membuat angka lebih efisien itu diikuti terutama berkaitan dengan kolaborasi dengan lokal kontraktor dan teknologi dalam negeri seperti INKA untuk gerbong-gerbong kereta," jelas Budi.
Hal tersebut jelas membuat Pemerintah dan Jepang saling diuntungkan dalam hal ini. Begitu juga terkait dengan pembangunannya apakah mau layang (
elevated) atau tidak. "Sebagai
highlight kereta semi cepat untuk di perkotaan harus
elevated. Sebagai contoh Jakarta-Bekasi harus
elevated tapi habis turun kebawah, setelah Cirebon naik lagi turun lagi, Semarang naik lagi," lanjut dia. "Jadi untuk beberapa daerah perkotaan haru elevated karena menghindari
crossing yang ngga perlu dan mengurangi kecepatan," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli