Jakarta. Perseteruan proyek kereta cepat Jakarta - Bandung akhirnya memasuki ranah hukum. Tri Sasono dan Bin Bin Firman Tresnadi mengajukan gugatan warga negara atau
citizen lawsuit di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Keduanya menyeret PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), PT Pilar Sinergi BUMN, China Railway Corporation sebagai penggugat I, II, dan III.
Lalu Menteri Perhubungan, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan Menteri BUMN sebagai turut tergugat I dan II. "Kami secara resmi sudah mendaftarkan perkara ini di PN Jakarta Pusat hari ini," ungkap kuasa hukum kedua penggugat Habiburokhman dari kantor hukum Habib & Co, Selasa (16/2). Menurutnya, salah satu alasan
citizen lawsuit karena peletakan batu pertama atau
groundbreaking dilakukan sebelum adanya izin konsesi dan izin pembangunan dari Menteri Perhubungan. "Meski terdengar sederhana tapi hal ini merupakan pelanggaran serius azas-azas umum pemerintah yang baik," tambahnya. Sehingga terkesan, dua izin tersebut hanya dijadikan formalitas saja. Padahal, seharusnya izin dikeluarkan setelah mempelajari seluruh aspek terkait terlebih dahulu. Pemerintah juga wajib bersikap tegas melarang pihak swasta memulai aktivitas pembangunan proyek fisik sebelum selesainya perizinan. "Lalu mengapa sekarang justru pemerintah yang melanggar?," tegas Habiburokhman. Alasan berikutnya karena adanya pemberian hak eksklusif yang melanggar Pasal 17 Undang-undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal tersebut mengatur bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Menurut dia, pemberian hak eksklusif tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat. “Perlu diingat bahwa dimanapun di seluruh dunia, praktek monopoli pasti akan menurunkan kualitas, terlebih dalam industri yang produknya berupa jasa,” sambungnya. Tak hanya itu, dalam gugatannya, ia menilai proyek kereta cepat juga disebutkan membawa pengaruh buruk atau bahkan kerusakan bagi lingkungan hidup di daerah-daerah yang dilintasi. Pasalnya, proyek ini mengakibatkan pengalihfungsian ribuan hektar lahan pertanian yang saat ini menjadi andalan ketersediaan pangan di daerah tersebut. Lalu, proyek kereta cepat pun dianggap menggerus ketersediaan air bersih karena pembangunan infrastruktur di daerah yang sebelumnya merupakan daerah resapan air.
Menurut penggugat, hal itu merupakan pelanggaran Pasal 68 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga dalam petitumnya, para penggugat meminta majelis hakim untuk menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian materiil dan immateriil kepada Warga Negara Indonesia. Majelis hakim juga diminta untuk menghukum para tergugat untuk menghentikan pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto