Proyek kilang di Cilacap terancam gagal



JAKARTA. Semakin bertambahnya penggunaan premium membuat PT Pertamina merancang penambahan produksi di kilang Cilacap, Jawa Tengah. Salah satu cara yang sudah disiapkan adalah membangun Proyek Langit Biru Kilang Cilacap (PLBC). Namun, proyek itu tersendat di proses tender.

Menurut dokumen yang diperoleh KONTAN, sejak dibuka tender PBLC, 12 April 2013, ada 13 kontraktor yang mendaftar prakualifikasi. Dari jumlah itu, yang memasukkan dokumen prakualifikasi adalah konsorsium JGC-JGC Indonesia, CTCI-Istana Karang Laut, Toyo-IKPT, Daelim-Timas, SK-Rekayasa Industri.

Nah, dari lima konsorsium itu, hanya dua yang lolos, yakni JGC-JGC Indonesia dan Toyo-IKPT. Setelah lolos, panitia tender dari Pertamina membuka harga di mana JGC-JGC Indonesia menawar terendah, yakni US$ 350 juta dan Toyo-IKPT US$ 430 juta. Namun, rupanya pemenang belum bisa ditentukan lantaran ada perubahan.


Pertamina mengubah tingkat pengembalian modal atau interest rate of return (IRR) tender PLBC dari 10% menjadi 14%. Dari perubahan IRR itu, maka terjadi perubahan budget dari semula US$ 338 juta untuk proyek PLBC itu menjadi US$ 266 juta. Alhasil, penawaran harus direvisi.

Akibat perubahan itu, maka Pertamina meminta adanya revisi penawaran dengan tenggat waktu 15 April 2014 untuk JGC-JGC Indonesia dan 16 April 2014 untuk Toyo-IKPT. Hasilnya? JGC-JGC Indonesia tak mengubah penawaran, sementara Toyo-IKPT menurunkan sedikit, menjadi US$ 420 juta.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina, Afdal Bahaudin, mengakui, untuk mencapai skala keekonomian yang baik dari proyek kilang Langit Biru Cilacap tersebut, maka IRR yang baik adalah 14% dengan jangka waktu pengembalian modal selama 10 tahun.

Namun, Direktur Pengolahan Pertamina, Chrisna Damayanto, punya pendapat berbeda. Menurut dia, IRR yang ideal untuk proyek pembangunan kilang minyak adalah 12 %. "Di seluruh dunia tidak ada proyek kilang yang IRR-nya 14%. Kalau berpikirnya seperti itu, tidak akan pernah ada kilang minyak milik Pertamina yang bisa dibangun," jelas dia.

Perang di internal

Perbedaan pendapat Afdal dan Chrisna rupanya membuat proyek ini terbengkalai. Meski menurut Chrisna, negosiasi harga antara Pertamina dengan dua kontraktor calon pemenang tender tersebut, masih berjalan. "Saya tidak bisa menyebut nilai wajar dari proyek Langit Biru Cilacap ini. Hanya saja proyek ini memang membutuhkan dana yang besar," ungkap dia.

Kebutuhan dana proyek tersebut besar karena kegiatan revamping platforming unit kilang hampir sama dengan membangun sebuah kilang baru. Selain itu, pembangunan kilang juga membutuhkan pekerjaan tambahan lain. "Konstruksi proyek ini ditargetkan akan dimulai pada tahun 2014 ini dan berlangsung selama 2 tahun. Artinya pada tahun 2016 nanti sudah bisa beroperasi," ujar dia.

Namun, kata dia, jika proses negosiasi dengan dua kontraktor kandidat pemenang tender gagal, bisa saja Pertamina menggelar tender ulang.

Pengamat energi, Kurtubi, menyatakan, jika melihat dari sisi investasi, proyek PLBC tidak bisa dibilang proyek baru, tetapi cuma melakukan upgrade kilang saja. Itu sebabnya, ia menilai investasi yang dibutuhkan tidak terlalu besar. "Di kilang itu sudah tersedia infrastrukturnya. Jadi wajar kalau nilai investasinya lebih murah," ungkap dia.

Meski demikian,  Pertamina harus melakukan tender secara transparan kepada konsorsium dan memberi alasan tentang perubahan IRR serta nilai proyek. "Sebab jika itu tidak dilakukan, Pertamina bisa jadi akan berurusan dengan KPK. Saya tidak bisa kasih gambaran soal nilai wajar dan IRR-nya," imbuh dia. Kurtubi menyatakan, proyek ini harus terus dijalankan lantaran kebutuhan premium semakin besar.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan