Proyek listrik 35.000 MW di tangan Jokowi



JAKARTA. Pro kontra pembangunan megaproyek listrik 35.000 megawatt (MW) mencuat tajam. Adalah Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli pemantiknya. Usai rapat koordinasi pembangkit listrik, Rizal bilang, proyek listrik 35.000 MW tak realistis. "Tidak pakai hitungan yang benar," tegas Rizal, kemarin (7/9).

Menurutnya, pembangunan listrik untuk lima tahun ke depan yang realistis hanya berkisar 16.000 MW hingga 18.000 MW. Bila ngotot membangun 35.000 MW, kata Rizal, akan ada kelebihan pasokan listrik tahun 2019. Sebab, kebutuhan riil listrik saat beban puncak di 2019 hanya 74.526 MW.

Hitungannya, tahun ini pasokan listrik 50.856 MW plus 7.000 MW yang tengah dibangun. Jika ditambah 35.000 MW, empat tahun lagi ada pasokan listrik 95.586 MW. "Jika beban puncak tahun 2019 hanya 74.525 MW, ada kapasitas idle 21.331 MW," ujar dia.


Sesuai aturan, PLN harus membeli 72% listrik yang diproduksi swasta, baik yang dipakai maupun tidak. "Dengan hitungan saya, PLN harus membeli listrik US$ 10,76 miliar per tahun. Bisa bangkrut PLN nanti," tegas Rizal.

Berbeda pendapat, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman yakin target 35.000 MW realistis. "Presiden dalam beberapa kesempatan menegaskan itu. Jadi tak ada alasan merevisi," ujar Sudirman. Toh elektrifikasi di Indonesia masih mini, hanya 86,39%. "Banyak daerah yang belum dapat listrik," tandasnya.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran curiga, kisruh internal pemerintah soal listrik akibat ada yang bermain di proyek ini. "Mestinya saling mendukung, bukan saling menyalahkan," ujar dia.

Sesuai Kebijakan Energi Nasional, kapasitas pembangkit listrik ditargetkan mencapai 115.000 MW hingga 2025, dan tahun ini baru 54.000 MW. Dengan hitungan itu, "Setahun harus membangun 7.000 MW," ujar Tumiran . Walhasil, secara total lima tahun ke depan butuh 35.000 MW.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung, menyatakan, pemerintah akan menghitung ulang kebutuhan listrik. Apalagi, banyak hambatan menghadang, dari aturan, pembebasan lahan hingga kasus hukum yang mengintai. "Selasa ini (8/9), kami rapat kabinet membahas deregulasi kelistrikan," ujar Pramono, kemarin.

Lagi-lagi, bola panas proyek setrum dilempar ke Presiden yang harus memutuskannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie