Proyek listrik Adaro mundur hingga 2014



JAKARTA. Jalan terjal mesti dilalui konsorsium PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Electric Power Development Co., (J-Power) dan Itochu Corp menggarap mega-proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Proyek tersebut berkapasitas 2.000 megawatt (MW) di Batang, Jawa Tengah.

Junichiro Hoshino, Juru Bicara J-Power menuturkan, konsorsium terpaksa memperpanjang tenggat waktu untuk mendapatkan pendanaan proyek PLTU terbesar di Indonesia.

Konsorsium memang tengah mencari dana eksternal senilai US$ 3 miliar atau 75% dari total investasi PLTU Batang yang ditaksir mencapai US$ 4 miliar. Tahun lalu, konsorsium tengah bernegosiasi dengan beberapa bank seperti Sumitomo Mitsui Banking Corp. "Grup menunda tenggat waktu selama setahun hingga Oktober 2014 lantaran molornya proses akuisisi lahan," terang Hoshino seperti dikutip Bloomberg, akhir pekan lalu.


Penundaan batas waktu pencarian dana berimbas pada kelangsungan proyek secara keseluruhan. Apalagi, penundaan ini merupakan yang kedua kalinya dilakukan konsorsium.

Tahun lalu, jadwal konstruksi PLTU Batang mundur dari Oktober 2012 ke Oktober 2013. Kala itu, konsorsium kesulitan menyelesaikan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) PLTU Batang lantaran terus ditolak warga setempat.

Masalah negosiasi pembebasan lahan dengan warga setempat juga jadi alasan penundaan.  Dua hambatan itu membuat proses pencarian dana untuk menggarap proyek itu tak bisa dilakukan. Konsekuensinya, pengoperasian PLTU Batang baru bisa dilakukan di 2017, mundur setahun dari jadwal semula di 2016.

Ternyata, masalah serupa ternyata masih muncul di tahun ini. Hingga awal Oktober 2013, konsorsium Adaro ini baru menyelesaikan pembebasan lahan sebanyak 80% dari total luas yang dibutuhkan. Imbasnya, konsorsium Adaro tak bisa memenuhi target konstruksi yang semula dijadwalkan bulan ini.

Sayangnya, manajemen Adaro belum bisa dimintai komentar soal penundaan proyek ini. Garibaldi Thohir, Presiden Direktur Adaro tidak merespon telepon dari KONTAN untuk meminta penjelasan penundaan PLTU Batang.

Proyek PLTU Batang terbilang besar dan strategis. Proyek ini dijalankan oleh PT Bhimasena Power Indonesia yang merupakan perusahaan patungan konsorsium. Adaro dan J-Power menguasai kepemilikan saham Bhimasena 34%. Sementara Itochu menguasai 32%. Awal Oktober 2011, Bhimasena sudah melakukan perjanjian jual-beli dengan PT PLN (Persero). Dalam perjanjian itu, Bhimasena bertanggungjawab atas penyediaan listrik PLN selama 25 tahun.

Proyek jangka panjang

Proyek PLTU Batang ini bersifat jangka panjang sehingga Adaro baru akan merasakan kontribusi beberapa tahun lagi. Sebagai perusahaan batubara, penghambat Adaro dalam jangka pendek tetaplah dari melemahnya harga jual batubara. Gabriella Maureen Natasha, analis Danareksa Sekuritas dalam risetnya, 16 September 2013 menulis, harga jual batubara akan terus tertekan lantaran stok melimpah.

Produsen batubara dari Indonesia memang tetap memacu produksi. Ini terbukti dari produksi batubara nasional per semester I 2013 yang mencapai 198 juta ton, atau naik 7,6% year-on-year (yoy).

Produsen batubara berusaha mengompensasi penurunan harga jual dengan memacu volume penjualan lebih banyak. Kondisi ini tentu bakal dirasakan oleh Adaro. Maureen sendiri memangkas, target harga jual batubara Adaro di tahun ini menjadi US$ 61 per ton dari sebelumnya US$ 66 per ton.

Stevanus Juanda, analis JP Morgan merekomendasikan netral saham ADRO dengan target Rp 1.100. Sementara Maureen menyarankan hold dengan target Rp 900 per saham. Jumat (4/10), harga ADRO turun 4,26% ke Rp 900 per saham.           

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana