Proyek listrik energi terbarukan laris



JAKARTA. Meski banyak pengembang listrik energi baru dan terbarukan ngedumel dengan berbagai aturan yang berat, toh Perusahaan Listrik Negara (PLN) mengklaim telah meneken 39 proyek pembangkit EBT. Dua diantaranya, bahkan sudah dalam tahap perjanjian jual beli listrik.

Jika ini betul, tentu mengejutkan. Pasalnya, sebulan lalu, pengusaha yang tergabung di Kamar Dagang Indonesia mengirim surat k Presiden untuk membatalkan Permen ESDM No 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber EBT untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Menurut pengusaha, aturan yang mengatur harga jual listrik EBT dipatok 85% dari Biaya Pokok Produksi (BPP) setempat memberatkan pengembang listrik.

Direktur Bisnis Regional Sumatera Amir Rosidin mengatakan, berbekal aturan itu., PLN terus berupaya mempercepat penyebaran rasio elektrifikasi dengan menyalurkan listrik di desa-desa. Salah satunya, memanfaatkan energi terbarukan yang ada di wilayah masing-masing.


Bahkan, kata dia, PLN telah mendapat kepastian pasokan listrik berbahan bakar EBT dari Independent Power Producer (IPP) untuk wilayah Sumatra. Ini ditandai dengan penandatanganan momorandum of Understanding (MoU) dengan IPP. "Selain melakukan MoU dengan 37 IPP, PLN juga telah menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) untuk dua pembangkit," terangnya, (19/5).

Perinciannya 37 pembangkit listrik itu, sebesar 150 MW bersumber mikro hidro, PLT biomassa sebesar 55 MW, PLT biogas 71 MW dan PLT surya sebesar 7 MW. Adapun pembangkit yang sudah PPA tersebut dari Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) di Muara Enim Sumatra Selatan dengan kapasitas 9 MW. Sementara Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) di Muara Enim Sumatra Selatan 9 MW.

Balik modal 10 tahun

Amir mengungkapkan, untuk IPA yang sudah PPA, pembangunan pembangkit ditargetkan rampung 18 bulan sampai 24 bulan ke depan. Ia juga berharap pembangkit ini meningkatkan porsi penggunaan EBT sebesar 23% pada 2025. "Saat ini pembangkit EBT di regional Sumatra sudah 1.506 MW atau 18% dari kapasitas pembangkit terpasang," tandasnya.

Budi Pangestu, General Manajer Sumatrra Selatan Jambi dan Bengkulu (S2JB) PLN bilang, pengembang listrik swasta di sana masih mengeluh aturan harga jual listrik EBT. Aturan ini dianggap menghambat pengembang swasta mendapat utang bank karena tidak ekonomis. "Sebelumnya break even point (BEP) bisa tiga tahun, sekarang menjadi lebih panjang, 10 tahun," katanya.

Budi bilang, wajar pengembang setrum mengeluh. Sebab tiap pengusaha tentu menginginkan keuntungan cepat. Pun, ia mengingatkan bukan berarti pengusaha akan rugi, cuma menunggu lebih lama untuk untung. Menurut Budi, dengan adanya BPP 85% itu, harga jual listrik ke masyarakat tetap terjangkau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie