Proyek mobil listrik APEC rugikan negara



JAKARTA. Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mobil listrik untuk kegiatan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) tahun 2013 bergulir.

Kini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mulai menggelar sidang  kasus ini dengan terdakwa Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi.

Dalam sidang dakwaan yang digelar Senin (2/11) kemarin, Dasep didakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengadaan mobil listrik. 


"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara," jelas Victor Antonius Sidabutar, Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan, Senin (2/11).  

Menurut Jaksa, kerugian negara akibat perbuatan Dasep ini mencapai Rp 28,9 miliar.

Dasep didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Catatan saja, kasus ini bermula saat Kementerian BUMN meminta perusahaan BUMN mensponsori pengadaan 16 mobil listrik untuk konferensi APEC yang digelar di Bali pada Oktober 2013.

Dalam kasus tersebut, peranan Dahlan Iskan kembali disebut oleh jaksa. Dahlan dianggap sebagai pihak yang menunjuk langsung Dasep.

Menurut Dahlan Iskan yang kala itu Menteri BUMN dan sekaligus wakil penanggungjawab bidang pelaksana KTT APEC 2013, perusahaan milik Dasep yakni PT Sarimas Ahmadi mampu membuat kendaraan listrik di Indonesia.

Sesuai perjanjian, Dasep harus membuat 16 mobil listrik.

Namun, dia hanya mampu menyelesaikan pekerjaan tiga unit kendaraan.

Sedangkan kendaraan lainnya yang telah dirakit tak bisa dioperasikan karena komponennya tidak lengkap. 

Akibatnya terjadi kerugian negara.

Penasehat hukum Dasep Ahmadi, Elza Syarief keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Menurutnya, kliennya tidak bersalah dan tidak melakukan tindak pidana korupsi.

"Ini riset penelitian, bukan pengadaan barang. Jadi kalau ada yang gagal bisa menjadi bahan pertimbangan ke depan," katanya.        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto