KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyek Pembangunan Pembangkit 35.000 megawatt (MW) masih bergulir. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengungkapkan bahwa realisasi penyelesaian proyek tersebut sudah mencapai sekitar 22.000 MW-23.000 MW. “(22.000-23.000 MW) sudah
delivered,” ungkapnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI Rabu (5/7), Program Pembangunan Pembangkit 35.000 MW diluncurkan pada Mei 2015 lalu di Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara terperinci, sebanyak 539 unit pembangkit atau setara 70,3% dari proyek 35.000 MW bakal dikerjakan oleh pihak swasta, total kapasitasnya sebesar 24,89 GW.
Sementara itu, sebanyak 431 unit pembangkit sisanya atau setara 29.7% dengan total kapasitas 10,57 GW dibangun PLN. Menurut Darmawan, proyek 35.000 sedianya ditargetkan rampung dalam waktu 5 tahun, yakni tepatnya di tahun 2019.
Baca Juga: Reserve Margin Kelistrikan Jawa-Bali Mencapai 44% Per Juni 2023 Namun, setelah adanya renegosiasi, proyek yang semula direncanakan selesai dalam waktu 5 tahun diperpanjang menjadi 10 tahun ke tahun 2026. Darmawan bilang, PLN bakal memaksimalkan kesempatan tersebut untuk mempersempit gap antara pasokan dan permintaan listrik. “Dengan adanya renegosiasi ini makanya jadwalnya kami undurkan, dari yang tadinya selesai di 2019, kami mundur menjadi tahun 2026, sehingga begitu jadwalnya yang tadinya 5 tahun menjadi 10 tahun maka kami ada waktu mengejar ketertinggalan dari
demand,” kata Darmawan. Seperti diketahui, persoalan kelebihan pasokan atau
oversupply masih menjadi isu di kelistrikan nasional. Asal tahu, menurut standar PLN,
reserve margin idealnya berada di sekitar 20%-40%. Sementara itu, posisi
reserve margin di sejumlah wilayah masih berada di atas angka tersebut per Juni 2023. Jawa Bali misalnya.
Reserve margin di wilayah tersebut berada di posisi 44% per Juni 2023. Sementara itu,
reserve margin di interkoneksi Kalimantan berada di posisi 57%, Belitung 46%. Darmawan memastikan bahwa PLN bakal berusaha memperkecil jenjang/gap antara permintaan listrik.
Baca Juga: Revisi Permen PLTS Atap Akan Selesai Juli 2023 Sejumlah cara yang ditempuh salah satunya melakukan renegosiasi proyek pembangkit. “Dan kami ada penundaan juga untuk masuknya ke dalam ekosistem kami agar
balance antara pasokan dengan
demand bisa kita jaga. Misal ada pembangkit yang 2 GW kami tunda sekitar 2 tahun, sehingga kami punya nafas mengejar ketertinggalan ini dengan menambah
demand,” imbuh Darmawan. Strategi lainnya, PLN juga bakal berupaya mendongkrak permintaan listrik. Beberapa cara yang dilakukan antara lain memfasilitasi program diskon untuk tambah daya, menggencarkan program elektrifikasi di berbagai sektor seperti rumah tangga, agrikultur, dan marine, serta mendukung kebutuhan listrik dalam pengembangan kawasan industri. “Tentu saja kami mendorong permintaan listrik di Indonesia dengan menjaga momentum pertumbuhan pasca pandemi. Di tahun 2022 penjualan tumbuh 6%. Itu 274 Twh, ini lebih tinggi 16,1 twh atau setara dengan penambahan
revenue sekitar Rp 2,2 triliun dibanding 2021. Bahkan ini lebih tinggi sekitar 10,7 twh dibanding RKAP kami, yaitu hanya sekitar 263 Twh,” tutur Darmawan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .