Proyek PLTU Batang semakin tak jelas



JAKARTA. PT Bhimasena Power Indonesia (BPI),  operator Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang berkapasitas 2 x 1.000 Megawatt (MW) memastikan tidak bisa melakukan peletakan batu pertama PLTU Batang pada Agustus 2015 ini. Pasalnya, PT Perusahaan Listrik Negara yang mendapat tugas mengeksekusi lahan, belum kunjung berhasil membebaskan lahan 12,51 hektare yang tersisa.

Padahal pembebasan sisa lahan di proyek PLTU Batang ini sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Pemerintah juga sudah menugaskan PLN untuk mengeksekusi sisa lahan itu memakai UU No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 

Mohammad Effendi, Presiden Direktur PT Bhimasena Power Indonesia menyatakan, sampai saat ini pembebasan lahan ini masih dalam proses PLN. "Lahan 12,51 ha ini bisa dibebaskan dengan menggunakan UU No. 2/2012, hanya PLN yang bisa membebaskan," ungkap dia kepada KONTAN, Selasa (25/8).


Effendi menekankan, meskipun pihaknya yang melakukan investasi, tetapi pemerintah sudah menugaskan PLN melakukan pembebasan lahan itu. "Kalau kesulitan begini, ya, kami bilang ke PLN, bahwa kami tidak bisa meneruskan proyek ini karena tanah segitu saja tidak bisa dibebaskan," keluh Effendi kepada KONTAN, Selasa (25/8).

Akibat proyek PLTU Batang masih terkatung-katung, Effendi membantah adanya kenaikan investasi dalam proyek PLTU Batang. "Investasi PLTU Batang memakai dollar AS, jadi aman-aman saja," ungkap dia. Sekadar informasi, investasi proyek tersebut mencapai US$ 3,2 miliar.

Sementara itu, Adi Supriono Sekretaris Perusahaan PLN mengaku, proses pembebasan lahan masih terus berjalan. "Masih dalam proses, tapi kalau pengerjaan proyek kini sudah mulai meratakan tanah," kata Adi, Selasa (25/8). 

Ia menambahkan, masalah pembebasan lahan ini merupakan risiko bisnis dari investor.

Adi juga menegaskan hingga saat ini, PLN tidak bisa memastikan kapan PLTU Batang mulai dibangun. "Walaupun di UU No. 2/2012 tertulis yang ditugaskan melakukan pembebasan lahan itu  PLN, tetapi pelaksananya tetap Badan Pertanahan Negara (BPN). Jadi kepastian lahan coba tanya BPN," kata Adi.

Asal tahu saja, meskipun nanti pembebasan lahan sudah rampung, maka PLTU Batang memerlukan waktu untuk masa konstruksi selama 54 bulan. Adapun komposisi saham di proyek itu adalah PT Adaro Energy 34%, J-Power 34%, dan Itochu 32%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri