Proyek sejuta rumah buka sumbat keran kredit



JAKARTA. Kondisi perlambatan ekonomi yang berujung ke melemahnya daya beli masyarakat, berisiko meningkatkan rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) industri perbankan. Termasuk PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN).

Sebelumnya, mengacu laporan keuangan perusahaan periode semester I 2015, total gross loan BTN tercatat sebesar Rp 126,13 triliun. Angka tersebut naik 18,33% dibandingkan semester I 2014, yang sebesar Rp 106,48 triliun. Sementara, NPL BTN periode semester I 2015 sebesar Rp 5,93 triliun, atau 4,70% terhadap total gross loan. Angka NPL tersebut naik 11,07% jika dibandingkan periode semester I 2014, yaitu sebesar Rp 5,34 triliun.

Tjandra Lienandjaja, Analis Mandiri Sekuritas, menilai, perlambatan ekonomi berisiko mengerek NPL industri perbankan. "Banyak korporasi yang kesulitan cashflow lantaran permintaan menurun," ujarnya, Senin (14/9).


Angga Aditya Assaf, Analis Trimegah Securities, menilai, secara historis NPL BTN pada pertengahan tahun relatif tinggi. Namun, menjelang akhir tahun NPL akan membaik atau menurun. Untuk menurunkan NPL, BTN melakukan recovery dengan cara menjual rumah yang menjadi agunan kredit pemilikan rumah (KPR). Maklum kontributor terbesar NPL BTN berasal dari KPR.

Cuma, menurut manajemen, untuk melakukan penjualan rumah biasanya membutuhkan waktu sekitar delapan bulan. Evan Lie Hadiwidjaja, Analis Sinarmas Sekuritas, dalam riset tanggal 28 Juli 2015 sebagai penilaiannya atas kinerja BBTN semester I-2015, menyatakan, tingkat loan to deposit ratio (LDR) BTN yang tinggi bukan masalah. Hal ini wajar, mengingat target utama BTN adalah KPR.

"Sementara itu dukungan dari proyek sejuta rumah pemerintah dan peraturan baru Otoritas Jasa Keuangan soal risk weighted assets akan memperkuat CAR BTN," terang Evan.

Durian runtuh Melambatnya perekonomian menyebabkan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan seret. Lain cerita dengan BTN. Bank spesialis kredit properti ini ini mendapat durian runtuh dari proyek sejuta rumah pemerintah. Menurut Evan, proyek sejuta rumah pemerintah akan melindungi BTN dari tren kelesuan kredit. Meskipun tren NPL sedang naik, KPR dari proyek ini cenderung bebas risiko NPL.

Sebab, proyek ini didukung skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) baru yang berbunga lebih rendah. Tak hanya melindungi BTN dari tren lesunya permintaan kredit, proyek sejuta rumah pemerintah juga memiliki benefit lain.

Menurut Evan seiring bertambahnya volume kredit dengan skema FLPP baru dari proyek sejuta rumah, rasio NPL BTN akan menurun. Ia memprediksi, tahun ini BTN akan mencetak pertumbuhan kredit 27,89% menjadi Rp 146,23 triliun. Kemudian net profit diperkirakan tumbuh 37,63%. Evan merekomendasikan buy BBTN dengan target harga Rp 1.380. Tjandra merekomendasikan buy dengan target Rp 1.500.

Stephan Hasjim Analis Indo Premier Securities merekomendasikan hold dengan target Rp 1.150. Pada penutupan perdagangan Senin (14/9) saham BBTN anteng di Rp 1.010 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie