Proyek terminal khusus batubara kandas



Jakarta. Pembangunan terminal khusus batubara tampaknya tidak akan diteruskan. Soalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tidak menjadikan proyek itu sebagai program prioritas.

Sejauh ini, pembangunan terminal khusus batubara yang diwacanakan sejak tahun 2014 ini juga berhenti pembahasannya. Lantaran siapa yang akan bangun terminal ini belum jelas apakah operator atau pemerintah.

Kepala Biro Komunikasi Pelayanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM, Sujatmiko mengatakan pembangunan terminal khusus batubara ini bukan lagi menjadi prioritas utama. Soalnya, penyebab utama proyek ini sudah teratasi.


Awalnya, alasan utama pembangunan terminal khusus batubara agar penerimaan negara tidak lagi bocor dan supaya tidak ada lagi penyelundupan batubara. "Kelihatannya bukan lagi prioritas, karena sekarang setiap ada pengapalan batubara sudah ada bukti setor lunas terdata," ungkapnya di Kantor Kementerian ESDM, Kamis (28/7).

Dia bilang tidak perlu adanya terminal khusus batubara karena saat ini perusahaan batubara harus punya keterangan lunas bayar saat melakukan pengapalan. Adapun keterangan lunas bayar sudah diterapkan pada Januari 2015.

Artinya, kata Sujatmiko, ide menarik royalti batubara yang dikapalkan sudah dijalankan. Sehingga kebocoran dan penyelundupan batubara sudah dijaga ketat. "Opsi pembangunan itu tetep ada cuma bukan prioritas, Syah bandar pun tidak akan mengizinkan pengapalan kalau belum ada bukti lunas," tandasnya.

Asal tahu saja, rencananya, pemerintah sudah memastikan akan ada masing-masing tujuh pelabuhan khusus batubara di Sumatera dan Kalimantan.

Ketua Indonesian Mining Institute (IMI), Irwandy Arif menilai penetapan terminal khusus ekspor batubara memang belum diperlukan selama pengawasan pemerintah daerah (pemda) terhadap pelabuhan yang selama ini sudah beroperasi berjalan optimal.

Kebocoran ekspor batubara itu kata Irwandy, terjadi akibat pengawasan yang lemah di daerah. Selain itu, banyak juga terminal yang tak berizin melakukan penjualan secara ilegal "Pertanyaannya apakah tepat (menetapkan pelabuhan khusus batubara)? Sudah adakah studi komprehensif?," katanya kepada KONTAN, Kamis (28/7).

Dia menilai pemerintah memang akan lebih mudah dalam melakukan kontrol. Namun, dikhawatirkan pengusaha justru terbebani dengan kebijakan tersebut.

Yang paling mungkin dirasakan oleh para pengusaha kata Irwandy, adalah tambahan biaya pengangkutan dari tambang menuju pelabuhan. Sebab, selama ini mereka cenderung memilih pelabuhan yang jaraknya dekat.

"Selain biaya transportasi, mereka bisa juga kena penalti keterlambatan pengapalan bila harus antri. Padahal, keadaan saat ini margin mereka sudah tipis dan malah ada yang rugi," pungkasnya.

Meskipun begitu, dia juga mengingatkan agar perusahaan-perusahaan batubara senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance untuk menekan praktik ilegal dalam kegiatan ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto