KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) pemerintah menetapkan target inflasi pada 2022 sebesar 2% hingga 4% di tahun depan. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, penetapan outlook inflasi 2022 telah mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan tahun depan. Kata Sri Mulyani, pemerintah terus berkoordinasi dengan otoritas moneter, Bank Indonesia (BI) untuk merumuskan bauran kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil yang tepat dalam menjaga laju inflasi nasional pada level yang rendah dan stabil. Untuk menjaga inflasi, Sri Mulyani bilang, strategi 4K dalam pengendalian laju inflasi nasional terus dilakukan antara lain keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif dalam rangka menjaga ekspektasi inflasi masyarakat.
“Keseluruhan strategi ini tetap diletakkan dalam konteks percepatan pemulihan aktivitas ekonomi yang sedang berlangsung,” kata Sri Mulyani saat Rapat Paripurna DPR RI, Senin (31/5).
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani beberkan beberapa risiko penghambat pemulihan ekonomi, apa saja? Sementara itu, pemerintah terus berupaya melaksanakan serangkaian kebijakan sisi penawaran dan permintaan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah untuk menjaga kestabilan inflasi sesuai dengan rentang sasaran inflasi yang ditetapkan. Berbagai program untuk menjaga daya beli masyarakat juga tetap dilakukan untuk menjaga arah pemulihan konsumsi domestik. Sehingga tetap dapat menjadi penopang percepatan pemulihan ekonomi nasional. Menurut Sri Mulyani, sasaran inflasi dalam jangka menengah dan panjang akan dicapai melalui pengendalian laju inflasi inti, yang erat kaitannya dengan ekspektasi inflasi masyarakat. Di sisi lain, stabilitas nilai tukar rupiah diharapkan dapat terus dijaga agar bergerak sesuai dengan fundamentalnya. “Nilai tukar yang stabil akan meminimalkan risiko transmisi imported inflation terutama dari gejolak harga komoditas di tingkat global,” ucap Sri Mulyani. Selain itu, fluktuasi inflasi volatile food juga harus terus dikendalikan agar masyarakat tetap mendapatkan kepastian akses terhadap bahan pangan. Dalam hal ini pemerintah akan terus mengelola risiko administered price dengan melakukan kebijakan-kebijakan yang terukur guna menjaga arah pemulihan aktivitas ekonomi, khususnya konsumsi rumah tangga dan aktivitas industri. “Pemerintah sangat sependapat dengan pandangan bahwa kewaspadaan harus tinggi. Pemerintah akan terus memantau pengaruh fluktuasi harga minyak mentah dunia terhadap inflasi,” ujar Sri Mulyani. Sri Mulyani menambahkan, arah pergerakan harga minyak mentah dunia saat ini, masi cenderung meningkat. Ini akan memberikan dampak yang positif pada penerimaan minyak dan gas.
Akan tetapi, harga yang meningkat juga dapat menjadi risiko bagi besaran subsidi energi yang akan memengaruhi postur APBN. Dinamika pandemi Covid-19 tentu saja akan tetap menjadi faktor utama yang memengaruhi kondisi ekonomi global dan dinamika harga minyak dunia. Pesatnya pengembangan dan penggunaan energi alternatif akan sangat positif untuk mendukung green recovery. Namun, Sri Mulyani mengatakan, hal itu juga perlu diwaspadai dan diantisipasi bahwa penggunaan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan akan mempengaruhi harga minyak dalam jangka menengah. Oleh karenanya pemerintah memandang asumsi harga minyak di tahun 2022 dalam kisaran US$ 55-US$ 65 per barel yang mencerminkan dinamika dan ketidakpastian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat