Proyeksi pertumbuhan ekonomi Australia kembali dipangkas



KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Sejumlah analis lewat jajak pendapat yang dilakukan Reuters kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Australia lantaran melemahnya tingkat konsumsi di tengah meningkat utang dan lambannya tingkat upah di dalam negeri.

Sementara di sisi eksternal Australia, masih terjadi perlambatan ekonomi global yang membebani rencana investasi para pelaku bisnis.

Baca Juga: Cina membeli 700.000 ton daging babi dan sorgum dari AS tahun ini


Ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Australia sebesar AU$ 1,9 triliun atau sekitar US$ 1,29 triliun tahun 2019, hanya tumbuh 1,9%. Sementara pada jajak pendapat yang pertama dan kedua, ekonomi Negeri Kanguru itu diprediksi tumbuh masing-masing 2,7% dn 2,1%.

Namun, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 dan 2021 diprediksi mengalami perbaikan dengan pertumbuhan 2,5%. Hanya saja, itu masih dibawah pertumbuhan bagus yang dinilai ada di level 2,75%.

Pertumbuhan ekonomi Australia memang semakin melemah, terutama akibat melemahnya tingkat konsumsi rumah tangga dan melambatnya pembangunan rumah.

Padahal, Reserve Bank of Australia (RBA) telah bereaksi dengan memotong suku bunga acuan tiga kali tahun ini sebesar 75 basis poin ke level 0,75%, level terendah sepanjang sejarah.

Kebijakan bank sentral itu itu sudah mulai menunjukkan dampaknya dalam menghidupkan kembali permintaan perumahan dan mendorong harga rumah lebih tinggi setelah dua tahun penurunan. Namun, masih belum menggairahkan bisnis dan konsumsi rumah tangga.

Baca Juga: Petani kedelai dari Ohio ini berjanji tidak lagi memilih Trump pada pilpres 2020

"Ada risiko penurunan suku bunga memiliki dampak negatif pada persepsi ekonomi rumah tangga. Itu sebenarnya bisa membawa lebih banyak tekanan daripada kebaikan," kata Gareth Aird, ekonom senior CBA seperti dikutip Reuters, Selasa (15/10).

Di samping itu, Gareth melihat ada faktor lain yang membebani kepercayaan konsumen, diantaranya perang dagang AS-China, peningkatan volatilitas pasar saham, kebijakan fiskal yang lebih ketat, dan secara umum nada lunak terhadap data ekonomi lokal.

Pemerintah konservatif Perdana Menteri Scott Morrison telah menolak seruan untuk lebih banyak stimulus fiskal dan lebih memilih berpegang pada janji politik untuk memberikan surplus anggaran sebagai gantinya.

Pengeluaran negara untuk infrastruktur adalah salah satu titik terang, seperti kekuatan dalam ekspor sumber daya yang setidaknya telah membantu negara menghindari resesi langsung. Untungnya ada banyak ruang untuk stimulus mengingat inflasi inti turun sekitar 1,6%, setelah berjalan di bawah band target RBA 2-3% selama lebih dari dua tahun sekarang.

Baca Juga: Diprediksi tumbuh 6,2% tahun ini, ekonomi China terlemah dalam 29 tahun terakhir

Editor: Tendi Mahadi