KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat Senin, 14 September 2020. Analis memperkirakan, pengetatan PSBB ini akan semakin menekan kinerja emiten ritel. "Menurut kami, sektor ritel adalah salah satu sektor yang paling tertekan dengan diberlakukannya PSBB," jelas Analis NH Korindo Sekruitas Putu Chantika kepada Kontan.co.id, Rabu (16/9). Berkaca dari penerapan PSBB sebelumnya, kinerja mayoritas emiten ritel mengalami tekanan. Sebagian besar emiten ritel mencatatkan penurunan
same store sales growth (SSSG) sehingga menekan pendapatan dan net profit
Lebih lanjut Putu menjelaskan, ia masih mengamati berapa lama pengetatan PSBB di Jakarta akan berlangsung. Jika berlangsung cukup lama seperti PSBB yang diterapkan di kuartal II tahun 2020, kemungkinan besar hal ini akan berdampak negatif pada kuartal IV nanti. Padahal untuk beberapa emiten, kuartal ini menjadi momentum untuk mendongkrak penjual. Untuk emiten di sektor ritel, khususnya ritel apparel, Putu belum melihat sinyal pemulihan yang kuat terhadap daya beli. Katalis positif yang ada pun masih terbatas. Oleh karenanya, untuk emiten ritel ia cenderung merekomendasikan
wait and see terlebih dahulu.
Baca Juga: Pasar sudah antisipasi keputusan BI, yield obligasi Indonesia bergerak stabil Tidak jauh berbeda, Analis Ciptadana Sekuritas Robert Sebastian menyarankan investor untuk menghindari saham-saham emiten ritel di tengah ketidakpastian jangka waktu PSBB yang ketat ini. Menurutnya, pengetatan PSBB memang akan memberikan pengaruh negatif, akan tetapi dampaknya tidak akan sedalam sebelumnya. Adapun emiten ritel fashion menjadi yang paling terdampak karena tren penjualannya yang masih belum pulih. "Terutama emiten retail fashion kelas menengah ke bawah seperti LPPF dan RALS, daya beli kelas menangah ke bawah juga tedampak," jelas Robert kepada Kontan.co.id, Rabu (16/9) Di tengah kinerja sektor ritel yang diprediksi masih akan tertekan, Robert melihat beberapa emiten ritel sebenarnya masih menarik. Salah satunya, PT Ace Hardware Tbk (ACES) karena bisnisnya menjual kebutuhan untuk beraktivitas di rumah, seperti kebutuhan untuk hobi. Segmentasi pasar ACES pun kelas menengah ke atas yang masih cukup stabil. Ia merekomendasikan buy saham ACES dengan target harga Rp 1.675 Selain itu, Robert melihat PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) juga menarik karena memiliki katalis positif berupa penerapan International Mobile Equipment Identity (IMEI). Ini diharapkan bisa mendongkrak penjualan ERAA di kuartal III 2020. Akan tetapi, sentimen positif itu sudah tergambar dalam pergerakan harganya saat ini. Sehingga, ia cenderung menyarankan hold ERAA dengan target harga Rp 1.620. Asal tahu saja, mengutip data dari RTI Business, saham ERAA menguat 8,41% selama sepekan terakhir. Adapun penguatan signifikan telah terjadi tiga bulan terakhir hingga 33,47%.
Baca Juga: Sebanyak 46 perusahaan sudah IPO, BEI kantongi empat calon emiten dalam pipeline Di sisi lain, Putu melihat prospek ERAA cenderung stabil. Berkaca dari kinerja sepanjang semester I 2020, ERAA mencatatkan penurunan tetapi hanya satu digit. Mengutip laporan keuangannya, sepanjang enam bulan pertama 2020 penjualan ERAA memang menurun hingga 6,29%
year on year (YoY) menjadi Rp 14,46 triliun. Akan tetapi, ERAA masih membukukan pertumbuhan laba hingga 3,8% menjadi Rp 113,4 miliar. " ERAA saya merekomendasikan buy dengan target harga Rp 2.000" imbuhnya.
Sekadar informasi, mengutip catatan Kontan.co.id sebelumnya, di paruh kedua 2020 ini ERAA masih melakukan sejumlah upaya, seperti membangun konsep O2O atau omni channel. Konsep ini memberikan kesempatan konsumen untuk mengambil atau dikirim barang dari toko. Selain itu, ERAA juga menawarkan program diskon melalui Eraversary. Program yang berlangsung pada 15 Agustus hingga 31 Oktober 2020 itu akan memberikan potongan harga yang untuk sejumlah
smartphone seperti iPhone, Samsung, dan lainnya. Putu menambahkan, strategi diskon dan promo memang dapat menjadi alternatif upaya bagi emiten ritel mengurangi tekanan dari pemberlakuan PSBB. Di sisi lain, emiten dapat memperkuat penjualan melalui digital. Walaupun diakuinya, penjualan digital pasti belum bisa menutupi penjualan secara langsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .