KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan smelter asal China PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) yang berlokasi di Marowali, Sulawesi Tengah diketahui memangkas produksinya dan berpotensi tutup hingga bangkrut. Sebelumnya, Jiangsu Delong Nickel Industry Co yang merupakan induk dari PT GNI pada tahun 2024 lalu juga dikabarkan dalam masa yang sulit dimana perusahaan tersebut menghadapi kasus di pengadialan China terkait restrukturisasi utangnya yang besar. Sementara itu di dalam negeri, diketahui sejumlah bank-bank besar tanah air serta andil dalam menyalurkan indikasi kredit ke PT GNI dalam jumlah yang lumayan besar pada tahun 2023, kesepakatan kredit tersebut terjadi pada 26 Mei menurut data Bloomberg. Berdasarkan data Bloomberg, terdapat dua bentuk deal league credit pada periode yang sama, yang pertama sebesar US$ 432,33 juta, dan deal kedua sebesar US$ 429,99 juta. Namun belum tahu pasti apakah utang tersebut telah lunas terbayar atau masih ada sisa kredit macet.
Adapun bank-bank besar tanah air yang ikut andil menjadi bagian dari penyalur kredit sindikasi tersebut adalah PT Bank Central Asia Tbk (BCA), PT Bank Mandiri Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) yang mana masing-masing bank tersebut menyalurkan sebesar US$ 1,30 juta dan US$ 1,29 juta. Baca Juga: Bereskan Aset NPL, Begini Upaya yang Dilakukan Perbankan Jika menelaah laporan keuangan konsolidasi untuk tahun buku 2024 dari ketiga bank tersebut, tidak ditemukan secara rinci jumlah kredit yang disalurkan ke PT GNI. Kontan juga masih menunggu jawaban dari manajemen ketiga bank besar tersebut, apakah masih ada atau tidaknya sisa utang PT GNI yang belum tersedia ke masing-masing bank. Di sisi lain, pengamat perbankan sekaligus SVP Kepala Riset LPPI Trioksa Siahaan mengatakan, jika pun akhirnya PT GNI berakhir tutup dan masih tersisa utang yang belum memberikan lunas, maka ini bisa berpotensi merugikan perburukan kredit bank atas kredit PT GNI. “Maka akan berdampak pada peningkatan cadangan kerugian kredit bank (CKPN). Untuk itu bank-bank yang terlibat sindikasi kredit perlu bersama-sama mencari solusi untuk penyelematan atau penyelesaian masalah kredit bila semakin memburuk,” ungkap Trioksa kepada Kontan, Minggu (23/2). Trioksa juga mengatakan, Bank perlu juga menggali penyebab perburukan kredit, dan melakukan antisipasi kejadian serupa pada sektor bisnis yang sama, terutama ke sektor smelter. Selain itu bank juga perlu melihat apakah bisnis smelter masih prospektif di masa depan.