PT Jaba Garmindo dan Djoni Gunawan terancam pailit



JAKARTA. PT Jaba Garmindo dan Djoni Gunawan terancam pailit setelah proposal perdamaian yang diajukannya ditolak oleh mayoritas kreditur. Salah satu tim pengurus PKPU Jaba Garmindo, M Prasetio menuturkan para kreditur tidak menerima permohonan perpanjangan masa restrukturisasi utang selama 90 hari yang diminta oleh debitur. Padahal perpanjangan masa PKPU ini bertujuan untuk memantapkan negosiasi dengan calon investor. "Setelah masa perpanjangan PKPU tidak disetujui, para kreditur juga tidak menyetujui proposal perdamaian dari debitur," jelas Prasetio kepada KONTAN, Selasa (21/4). Ia menjelaskan hanya terdapat dua kreditur Jaba Garmindo, yakni Bank of China dan Bank Danamon yang menerima proposal perdamaian debitur. Mereka mewakili nilai tagihan sebesar Rp 173 miliar atau setara dengan 12,51 % suara. Adapun, kreditur yang menolak proposal perdamaian berjumlah 10 kreditur dengan total tagihan Rp 1,2 triliun atau 87,49%. Sedangkan kreditur konkuren seluruhnya menolak proposal perdamaian. Untuk debitur Djoni Gunawan, kreditur separatis yang menyetujui proposal perdamaian sebanyak dua kreditur dengan presentase suara sebanyak 16,10% dan sisanya berjumlah enam kreditur menolak dengan 83,99% suara. Sama seperti debitur Jaba, 100% kreditur konkuren menolak perdamaian. Tim pengurus telah membuat laporan pemungutan suara tersebut di dalam berita acara untuk selanjutnya diserahkan kepada hakim pemutus melalui hakim pengawas. Hakim pemutus rencananya akan mempertimbangkan dan membacakan putusanya pada 22 April 2015 di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Di dalam rapat kreditur tersebut, kuasa hukum debitur, Ibrahim Senen menuturkan usulan proposal perdamaian yang ditolak oleh mayoritas kreditur adalah yang terakhir dan paling realistis dengan kondisi keuangan dan prospek bisnis perusahaan. "Sudah tidak ada lagi yang bisa diusulkan," ujar Ibrahim, Senin (20/4). Ia mengaku membutuhkan tambahan waktu selama tiga bulan untuk mendapatkan persetujuan investor yang akan membuat debitur lebih baik dalam menawarkan pembayaran utang kepada kreditur. Salah satu bentuk investasinya berupa private equity, yakni berupa biaya pendanaan. Ibrahim menjelaskan pembahasan dengan pihak investor mencangkup besaran saham, bunga, dan bentuk ekspetasi kepada debitur. Tambahan waktu 3 bulan tersebut, lanjutnya, karena bisnis tekstil yang digeluti debitur tergolong spesifik sehingga investor yang berminat juga tidak banyak. Jaba Garmindo merupakan produsen garmen khusus jenis sweater terbesar ketiga di Asia Tenggara. "Margin keuntungan produksi sweater ini sangat tipis dengan pasar yang khusus. Alat pintal yang kami gunakan juga tidak ditemui di Eropa dan Amerika," jelas Ibrahim di dalam rapat kreditur. Ia mengungkapkan beberap calon investor yang berminat mendanai Jaba berasal dari China dan Singapura. Jika disetujui oleh para kreditur, investor tersebut sedianya akan menunjuk penasehat keuangan guna memperoleh pengembalian yang lebih baik. Secara terpisah, kuasa hukum kreditur pemohon (Bank CIMB Niaga dan Bank UOB Indonesia), Yuhelson, menjelaskan terdapat konsekuensi hukum yang bisa menjadikan debitur berstatus pailit setelah penolakan perdamaian ini. "Semua hak-hak akan kami amanatkan seluruhnya kepada kurator," jelas Yuhelson. Pihaknya berharap kurator bisa memaksimalkan pembayaran tagihan kepada perbankan dan kreditur lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Hendra Gunawan