PT KAI bakal gantikan WIKA sebagai pemegang saham mayoritas di konsorsium PSBI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) melaporkan akan terjadi perubahan pemegang saham mayoritas di konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Perubahan itu, PT KAI akan menggantikan WIKA di konsorsium tersebut.

"Ini akan dilakukan perubahan PP 107 Tahun 2015 yang sebelumnya WIKA jadi lead konsorsium, nanti mungkin akan berubah pindah ke KAI, yang mana nanti juga KAI akan mendapatkan PMN dalam pemenuhan ekuitas untuk kereta cepat," ujar Direktur WIKA, Ade Wahyu dalam paparan publik virtual, Rabu (8/9).

Namun, saat ini disebutnya komposisi saham di konsorsium PSBI masih tetap. Adapun, WIKA masih menjadi pemegang saham mayoritas dengan besaran 38%, Jasa Marga 12%, KAI 25%, dan PTPN VIII 25%. Ia menyebutkan, proses perubahan pemegang saham mayoritas PSBI masih dikerjakan Kementerian Maritim dan Investasi serta Sekretariat Negara.


Sementara itu, terkait pembengkakan biaya proyek (cost overrun) di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Ade mengatakan bahwa hal tersebut masih dalam tahap evaluasi di tingkat internal KCIC bersama para pemegang saham dan sponsor terkait. "Saat ini sedang tahap akhir mengkaji besarannya, diharapkan nanti besaran nilai dari cost overrun ini bisa selesai Oktober," sebutnya.

Baca Juga: Biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak, ini saran pengamat BUMN

Sebagai informasi, dalam mengerjakan proyek kereta cepat itu budget awalnya yakni senilai US$ 6,07 miliar. Rinciannya, sekitar US$ 4,8 miliar adalah biaya konstruksi atau EPC. Sementara itu, US$ 1,3 miliar adalah biaya non-EPC.

Namun, estimasi yang di buat pada November 2020 ternyata biaya tersebut meningkat menjadi US$ 8,6 miliar. Selanjutnya, berdasarkan kajian yang melibatkan konsultan pun memperkirakan biaya proyek itu akan kembali naik mencapai US$ 9 miliar dan terakhir berkonsultasi di mana proyek itu pun naik menjadi US$ 11 miliar. 

Hal itu lantaran adanya perubahan biaya dan harga, serta adanya penundaan lantaran pembebasan lahan. Artinya, cost overrun yang terjadi dengan skenario tersebut adalah sekitar US$3,8 miliar hingga US$ 4,9 miliar.

Ade juga berharap cost overrun yang terjadi tidak memberikan dampak yang siginifikan terhadap progres pengerjaan proyek tersebut. "Target sampai saat ini belum direvisi, yang mana operasional kereta cepat Jakarta-Bandung ini diharapkan dapat bisa beroperasi di akhir 2022," ujarnya.

Adapun, progres konstruksi WIKA di proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) telah mencapai 77,06%.

Selanjutnya: Jasa Marga (JSMR) optimis bisnis jalan tol akan cepat mengalami pemulihan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .