JAKARTA. Direktur Utama PT Pindad (Persero) Silmy Karim memastikan dua negara Timur Tengah berminat memesan senjata baru buatan perusahaan itu karena kualitas dan akurasi yang maksimal. "Dua negara dari Timur Tengah sudah menyatakan minat memesan senjata baru Pindad. Beberapa negara lainnya selain senjata juga berminat pada kendaraan tempur," kata Silmy, di sela-sela peluncuran empat senjata baru Pindad, di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Kamis (9/6). Keempat senjata baru yang peluncurannya disaksikan langsung Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu itu yaitu, Senapan Serbu SS3, Senapan Serbu SS2 subsonic 5,66 mm, Sub Machine Gun dan Pistol G2 Premium.
"Keempat senjata tersebut merupakan hasil pengembangan produk dan inovasi Pindad yang didapatkan dari penelitian serta masukan dari para pengguna," katanya. Senapan Serbu SS3 adalah pengembangan dari seri senapan serbu Pindad sebelumnya yaitu SS2. SS3 menggunakan amunisi kaliber 7,62 mm dan didisain sebagai Designated Marksman Riffle dalam pasukan yang membutuhkan akurasi tinggi. Sedangkan senapan SS2 subsonic didisasin khusus dengan peredam (
silencer) dan amunisi subsonic (dibawah kecepatan suara) 5,56 mm, sehingga cocok untuk operasi khusus yan membutuhkan kemampuan pergerakan senyap. Sub Machine Gun PM3 didisain dengan sistem penembakan gas operated dengan amunisi 9 mm. PM3 lahir dari kebutuhan untuk mendukung operasi tempur jarak dekat, pembebasan sandera atau perang kota. Sementara itu, Pistol G2 Premium yang merupakan pengembangan frame pistol menggunakan amunisi dengan kaliber 9 mm dengan jarak tempak efektif 25 meter yang ditujukan untuk para atlet petembak di kalangan militer dan sipil. Satu negara Asia Tenggara, Laos, bahkan sudah memesan terlebih dulu. "Laos tertarik terhadap Pistol G2 Premium, karena sudah menguji kehandalan senjata itu saat menang lomba tembak tingkat internasional bersama TNI AD beberapa waktu lalu di Australian Army of Skill Arms of Meeting (AASAM) pada Mei 2016," ujar Silmy. Realisasi kontrak Ia menjelaskan dalam merealisasikan kontrak pemesanan senjata, Pindad mengedepankan tiga hal pokok yaitu prospek industri dalam negeri terkait dengan potensi pasar ekspor, hubungan luar negeri, dan kemudahan investasi. "Kita bisa memproduksi di dalam negeri kemudian diambil oleh pemesan, atau diproduksi di negara importir dengan mengunakan fasilitas pabrik di sana," ujarnya. Selain pesanan senjata dari dua negara Timur Tengah tersebut, sejumlah negara lainya juga berminat terhadap kendaraan tempur, amunisi kaliber besar buatan Pindad. Saat eksibisi uji senjata di Jordania beberapa waktu lalu, senjata buatan Pindad jenis SPR 2 dan 3 (sniper) masuk dalam kategori terbaik, sehingga meyakinkan negara-negara di kawasan itu untuk mendatangkan senjata dari Indonesia. "Mudah-mudahan finalisasi pembicaraan pemesanan dengan negara Timur Tengah bisa selesai pada minggu depan, sehingga langsung fokus pada produksi yang disesuaikan deng spesifikasi pemesanan," ujarnya. Khusus pistol jenis G2, selain permintaan dari Timur Tengah dan beberapa negara lainnya, juga diproduksi untuk memenuhi pasar dalam negeri yaitu permintaan dari Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin). "Perbakin memesan hingga 10.000 unit senjata G2 yang dipenuhi bertahap pengiriman pertama sebanyak 2.000 unit hingga pesanan terpenuhi," katanya. Meski begitu Silmy tidak merinci lebih lanjut nilai kontrak yang diperkirakan diperoleh dari pesanan negara Timur-Tengah tersebut karena masih dalam tahap finalisasi.
Ia hanya menjelaskan, dari pesanan Perbakin sudah ada gambaran nilai kontrak pesanan hingg 10.000 unit senjata mencapai sekitar Rp 350 miliar. Selain itu, Silmy optimistis pesanan senjata laras pendek dan laras panjang dari Kementerian Pertahanan juga akan meningkat seiring dengan kebijakan peningkatan kualitas sistem alutsista nasional. "Nilainya berapa? Tidak bisa kami sebutkan. Namun biasanya disesuaika dengan anggaran," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia