JAKARTA. Tekanan akibat rendahnya harga jual, memaksa PT Bukti Asam Tbk (PTBA) memperluas cakupan usahanya. Kemarin, emiten badan usaha milik negara (BUMN) ini mengumumkan telah mengakuisisi 100% saham perkebunan kelapa sawit, yaitu PT Bumi Sawindo Permai. Akuisisi tersebut dilakukan anak usaha PTBA, PT Bukit Multi Investama, dengan nilai transaksi sebesar Rp 861 miliar. Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PTBA, menuturkan, dana transaksi tersebut diambil dari pinjaman siaga yang sudah diperoleh PTBA. "Kami tinggal mencairkan saja karena sudah ada pinjaman siaga," kata Joko kepada KONTAN, kemarin. Bumi Sawindo Permai merupakan pemilik lahan perkebunan sawit berstatus Hak Guna Usaha (HGU) seluas 8.346 hektare (ha). Lahan ini merupakan bagian dari wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PTBA di area Banko, Tanjung Enim, Sumatera Selatan.
Selain HGU, Bumi Sawindo Permai juga memiliki Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 34,6 ha, diantaranya berupa pabrik pengolahan sawit berkapasitas 45 ton per jam tandan buah segar. BSP juga memiliki pembangkit listrik berbahan bakar limbah kelapa sawit dengan kapasitas 5 megawatt (MW). Di lahan kebun milik Bumi Sawindo Permai juga terdapat cadangan batubara sekitar 580 juta ton. "Akuisisi ini bagian dari strategi kami menjadi perusahaan energi terintegrasi," ujar Joko, Selasa (21/10). Sejatinya, PTBA tak terlalu berharap sokongan laba dari bisnis perkebunan sawit ini. Perusahaan tambang plat merah ini lebih menginginkan nilai tambah dalam hal bisnis energi terbarukan terutama limbah kelapa sawit. Di sisi lain, cadangan batubara yang terdapat di lahan Bumi Sawindo Permai khusus memenuhi pasokan batubara Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang yang sedang dalam tahap persiapan pembangunan. Proyek PLTU Beberapa proyek PLTU Mulut Tambang yang dimaksud antara lain, PLTU Banko Tengah 2x620 megawat (MW). Ini proyek Sumsel 8 yang digarap PTBA bersama Huadian melalui PT Huadian Bukit Asam Power. Langkah diversifikasi PTBA tak berhenti hingga di sini. PTBA bakal menjadikan Bukit Multi Investama, sebagai anak usaha yang menggarap bisnis baru di luar pertambangan batubara. Joko bilang, anak usaha yang berdiri 9 September 2014 itu juga membuka kemungkinan menjajal bidang usaha lain, semisal properti. Sayang, manajemen PTBA masih enggan menjelaskan lebih detail mengenai rencana ini. PTBA mengayunkan langkah diversifikasi tersebut di tengah masih buruknya harga jual batubara. Andy Wibowo Gunawan, Analis Sucorinvest Central Gani dalam riset per 30 September 2014, menulis, industri batubara memang terus dihantam sentimen negatif.
Terbaru, Pemerintah China menerapkan tarif impor berdasar dari kandungan debu dan sulfur batubara. Ini adalah kebijakan lanjutan, setelah sebelumnya Negeri Panda telah melarang impor batubara kalori rendah sejak tahun 2013 lalu. Kendati demikian, Andy menilai, PTBA memiliki keunggulan kompetitif untuk tetap meraih pertumbuhan kinerja keuangan di tengah buruknya industri secara global. Andy menghitung, laba bersih PTBA menjadi Rp 2,34 triliun di tahun ini, naik dibandingkan tahun lalu yang tercatat Rp 1,83 triliun. Kenaikan ini didorong oleh pendapatan PTBA yang menurut Andy bakal tetap tumbuh menjadi Rp 11,84 triliun di 2014, dibandingkan perolehan tahun lalu sekitar Rp 11,21 triliun. Di sisi lain, Andy yakin, beban penjualan PTBA tahun ini sekitar Rp 7,59 triliun, turun dari tahun lalu yang Rp 7,75 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana