PTBA cari pinjaman US$ 1,44 miliar



JAKARTA. PT Bukit Asam (Persero) Tbk tertatih-tatih melanjutkan penggarapan megaproyek PT Bukit Asam Transpacific Railways atawa BATR. Emiten bersandi saham PTBA ini tengah mengkaji pencarian pinjaman baru guna menopang penggarapan proyek BATR.

Milawarma, Direktur Utama PTBA menyatakan, total investasi proyek BATR diperkirakan mencapai US$ 1,8 miliar. Dana tersebut dibutuhkan untuk membangun rel kereta Api dari Tanjung Enim ke Lampung sepanjang 280 kilometer (Km) beserta infrastruktur pendukung seperti pelabuhan.

PTBA memproyeksikan dana tersebut akan ditutupi dari ekuitas BATR serta pinjaman eksternal. Porsinya bisa 25% ekuitas dan 75% pinjaman, atau 20% ekuitas serta 80% pinjaman. Artinya, PTBA setidaknya akan mencari pinjaman baru senilai US$ 1,35 miliar-US$ 1,44 miliar. "Ini masih tahap awal, tapi kemungkinan berasal dari perbankan China," kata Milawarma, di Jakarta, belum lama ini.


Di sisi lain, porsi ekuitas tentunya tidak akan ditutupi seluruhnya oleh PTBA. Sebab, kepemilikan saham PTBA di BATR hanya 10%. Pemegang mayoritas BATR adalah anak usaha Grup Rajawali, PT Transpacific Railway Infrastructure dengan kepemilikan sebesar 80%.

Adapun sisa 10% saham BATR lainnya dikuasai oleh perusahaan asal negeri tembok raksasa bernama China Railway Group Limited. Kata Milawarma, PTBA berharap pencarian pinjaman dilakukan tahun ini. Namun, harapan itu hanya mungkin terwujud jika restrukturisasi PT Bukit Asam Bangko (BAB) yang merupakan bagian dari BATR berjalan lancar. "Restrukturisasi ini menjadi fokus utama dalam menggarap BATR," terang Milawarma.

Restrukturisasi diperlukan guna menyesuaikan dengan beleid pemerintah. Selama ini, BAB mendapat mandat guna mengurusi konsesi pertambangan batubara di Bangko, Sumatera Selatan. Pemilik langsung konsesi ini adalah PTBA. Masalahnya, skema seperti ini terganjal oleh UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Aturan tersebut mengharuskan pihak yang melakukan kegiatan usaha adalah pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) bersangkutan. Namun, tahun lalu, pemerintah merevisi PP 24/2012 tentang IUP, sehingga PTBA bisa mengalihkan kepemilikan IUP ke BAB.

Nah, sekarang PTBA masih menunggu valuasi konsultan independen mengenai konsesi di Bangko. Hasil valuasi itu kelak menjadi rujukan jumlah penyertaan modal baik dari PTBA maupun Grup Rajawali. Saat ini, pemilik BAB adalah PTBA (65%) dan Grup Rajawali (35%).

Lambatnya proses restrukturisasi menyebabkan penggarapan BATR tertunda dari jadwal semula. Awalnya, BATR akan mulai konstruksi pelabuhan pada Juli 2013. Sementara, pembangunan rel kereta api ditargetkan mulai dikerjakan September 2013. Target ini gagal tercapai lantaran PTBA hingga kini masih merestrukturisasi BAB.

Reza Nugraha, Analis MNC Securities menilai, tertundanya proyek BATR agak mengherankan, jika melihat sumberdaya finansial berupa kas internal PTBA yang cukup besar. PTBA diyakini bakal mudah mencari pinjaman eksternal demi menopang proyek BATR. "Daya tarik PTBA kuat, cadangan batubara banyak, prospeknya juga bagus," jelas Reza, Senin (12/8).

Proyek BATR sejatinya akan mendongrak angkutan batubara PTBA cukup signifikan. PTBA menargetkan angkutan batubara di rel BATR mencapai 25 juta ton dalam empat tahun setelah mulai dioperasikan. Awalnya, rel BATR digadang bisa digunakan pada tahun 2016. "Kalau tertunda, PTBA tentu bakal mengalami opportunity loss dalam hal potensi kenaikan angkutan batubara," ungkap Reza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yuwono Triatmodjo