JAKARTA. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) masih harus menahan keinginan mereka agar bisa secepatnya menaikkan kapasitas pengangkutan batubara. Rencana perusahaan ini bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) membentuk perusahaan patungan bernama PT Kereta Api Trans Sriwijaya belum juga kesampaian. Dua perusahaan pelat merah ini masih menanti penyelesaian pajak yang timbul akibat terbentuknya perusahaan patungan tersebut. Sukrisno, Direktur Utama Bukit Asam, mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas persoalan pajak itu. "Komisi VI DPR akan memanggil Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, dan Menteri Perhubungan guna membahas dan menyelesaikannya," katanya kepada KONTAN, kemarin. Tapi, dia belum tahu waktu pembahasannya. Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya, pembentukan perusahaan patungan antara Bukit Asam dan KAI membawa konsekuensi kewajiban pembayaran pajak senilai Rp 630 miliar. Ini terjadi akibat adanya pengalihan aset dari KAI kepada Trans Sriwijaya. PTBA dan KAI rupanya merasa berat jika harus menanggung beban tersebut.
PTBA dan KAI Tunggu Urusan Pajak Beres
JAKARTA. PT Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) masih harus menahan keinginan mereka agar bisa secepatnya menaikkan kapasitas pengangkutan batubara. Rencana perusahaan ini bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) membentuk perusahaan patungan bernama PT Kereta Api Trans Sriwijaya belum juga kesampaian. Dua perusahaan pelat merah ini masih menanti penyelesaian pajak yang timbul akibat terbentuknya perusahaan patungan tersebut. Sukrisno, Direktur Utama Bukit Asam, mengatakan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan membahas persoalan pajak itu. "Komisi VI DPR akan memanggil Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, dan Menteri Perhubungan guna membahas dan menyelesaikannya," katanya kepada KONTAN, kemarin. Tapi, dia belum tahu waktu pembahasannya. Seperti diberitakan KONTAN sebelumnya, pembentukan perusahaan patungan antara Bukit Asam dan KAI membawa konsekuensi kewajiban pembayaran pajak senilai Rp 630 miliar. Ini terjadi akibat adanya pengalihan aset dari KAI kepada Trans Sriwijaya. PTBA dan KAI rupanya merasa berat jika harus menanggung beban tersebut.