JAKARTA. Pemerintah memastikan sudah mengetahui adanya usulan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) untuk merevisi nilai kontrak proyek pembangunan terkait imbas lemahnya nilai rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Demikian hal itu ditegaskan Kepala Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian Pekerjaan Umum, Hediyanto Husaini, Selasa (1/10). Meski sudah mengetahui usulan tersebut, menurut Hediyanto, usulan LPJKN yang meminta revisi kontrak proyek pembangunan itu belum secara resmi dilayangkan ke Kementerian PU.
"Kami baru mendengar permintaan itu dari media. Belum ada permintaan resmi. Tetapi, hal ini memang harus diperhatikan pemerintah, karena jika mereka rugi, Indonesia juga ikut merugi," kata Hediyanto. Menurut Hediyanto, pihaknya sebagai pembina perusahaan konstruksi akan berupaya memberikan apa yang dibutuhkan mereka agar bisa menyelesaikan proyek pembangunan yang sedang berjalan. Sejatinya, lanjut dia, banyak alternatif yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah itu. Misalnya, memberikan kompensasi atas permintaan kontraktor tersebut. Selain itu, mengurangi volume pekerjaan agar anggaran bisa ditekan atau optimalisasi pembangunan. Upaya terakhir, jika memang sudah membebani kontraktor adalah penghentian pekerjaan. Naik Rp 20 triliun-Rp 30 triliun
Hediyanto mengatakan, hal serupa sempat terjadi di tahun 2005 dan 2008, yakni ketika nilai rupiah juga melemah terhadap dollar AS. Hediyanto membeberkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, keluhan LPJKN pada tahun 2013 bukan hanya pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Keluhan itu juga akumulasi dari berbagai kebijakan pemerintah yang dianggap memberatkan kontraktor, seperti kenaikan upah, tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM). Pada tahun 2013, pasar konstruksi nasional mencapai Rp 400 triliun, dari jumlah tersebut sekitar Rp 200 triliun adalah porsi yang disumbangkan dari konstruksi pemerintah. Ketua Umum LPJKN, Tri Widjajanto mengatakan, pekan lalu pelemahan rupiah telah sukses menaikkan harga material konstruksi yang berasal dari impor. Pelemahan rupiah ini mengakibatkan pelaku konstruksi ditaksir merugi sekitar 10%-15%. Dengan asumsi itu, pada 2013 diperkirakan nilai kontrak konstruksi pemerintah bisa meningkat Rp 20 triliun-Rp 30 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan